Sri Mulyani Benar, Triple Horor Makin Terlihat!

Maesaroh, CNBC Indonesia
25 May 2022 12:07
Kenaikan Harga Daging Jelang Lebaran. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Kenaikan Harga Daging Jelang Lebaran. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia- Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut ada triple challenges yang akan menghantui perekonomian dunia tahun ini yaitu lonjakan inflasi, suku bunga tinggi, dan pertumbuhan ekonomi yang melemah. Dari ketiganya, horor inflasi sudah semakin terlihat nyata penampakannya.

Indonesia setidaknya masih bisa bernafas lega karena horor suku bunga tinggi dan pertumbuhan ekonomi yang melemah masih belum kejadian. Bank Indonesia (BI) memutuskan mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) pada bulan ini.

Artinya, MH Thamrin sudah menahan suku bunga acuan sebesar 3,5% selama 15 bulan terakhir. Suku bunga acuan 3,5% masih menjadi yang terendah sepanjang sejarah Indonesia merdeka.

Sementara itu, perekonomian Indonesia masih tumbuh 5,01% (year on year/yoy) pada kuartal I-2022. Pertumbuhan ekonomi Indonesia juga diperkirakan masih tinggi pada kuartal II-2022 karena faktor Puasa dan Lebaran.


Namun, Indonesia sudah tidak bisa menghindari 'hantu' inflasi. Lonjakan harga komoditas pangan dan energi, pemulihan ekonomi, serta pelonggaran mobilitas membuat inflasi terus melambung.

Dalam catatan Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi April menembus 0,95% (month to month/mtm) atau menjadi yang tertinggi sejak Januari 2017. Secara tahunan (yoy), inflasi melonjak 3,47% di April. Level tersebut adalah yang tertinggi sejak Agustus 2019.

Inflasi diyakini masih akan melonjak di Mei sebagai dampak Lebaran serta pelonggaran mobilitas. Sebagai catatan, konsumsi masyarakat Indonesia secara tradisi akan mencapai puncak menjelang Lebaran. Kondisi tersebut akan membuat inflasi melambung.

Berdasarkan Survei Pemantauan Harga pada minggu ketiga Mei 2022, inflasi diperkirakan akan melonjak ke level 3,53% (yoy). Jika proyeksi BI benar maka inflasi tahunan di Mei akan menjadi yang tertinggi sejak Desember 2017 atau empat tahun lebih.

Proyeksi inflasi Mei dari Danareksa Research Institute bahkan lebih tinggi lagi. Danareksa memperkirakan inflasi Mei akan menembus 3,74% di Mei. Sejumlah komoditas yang diyakini akan mengerek inflasi di bulan Mei adalah daging ayam, telur ayah, daging sapi, bahan bakar rumah tangga, hingga bumbu-bumbuan.


Gubernur BI Perry Warjiyo juga memperkirakan iinflasi pada keseluruhan tahun ini akan ada di atas 4%. Artinya, laju inflasi akan berada di atas target BI yakni 2-4%.

Sebagai catatan, kali terakhir Indonesia mencatatkan inflasi di atas 4% adalah pada tahun 2014. Kala itu inflasi melonjak 8,36% sebagai dampak kenaikan harga BBM serta lonjakan harga pangan akibat cuaca buruk.

Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman mengatakan keputusan pemerintah untuk tidak menaikkan harga BBM, LPG, dan tarif dasar listrik setidaknya akan menahan sedikit laju inflasi.

Bank Mandiri semula memperkirakan inflasi ada di angka 3,3% pada tahun ini. Pada April, mereka merevisi ke atas proyeksi inflasi menjadi 4,06% seiring lonjakan harga komoditas pangan dan energi akibat perang Rusia-Ukraina. 

"Inflasi akan lebih rendah. Hitungan sementara kami di 3,5-3,8%," tutur Faisal kepada CNBC Indonesia.

Ekonom Bank Danamon Wisnu Wardana mengatakan dibandingkan negara lain, Indonesia lebih beruntung dalam menghadapi lonjakan harga komoditas. Sebagai penghasil komoditas, Indonesia bisa menggunakan kelebihan penerimaan dari sektor komoditas untuk menjaga inflasi.

Kamis (19/5/2022), DPR dan pemerintah sepakat untuk menambah alokasi subsidi energi sebesar Rp 74,9 triliun serta alokasi pembayaran kompensasi BBM dan listrik sebesar Rp 275 triliun. Dana kompensasi BBM disepakati Rp 234 triliun sementara listrik sebesar Rp 41 triliun. DPR dan pemerintah juga sepakat untuk menambah anggaran perlindungan sosial sebesar Rp 18,6 triliun.

Seperti diketahui, perang Rusia-Ukraina melambungkan harga komoditas pangan dan energi hingga inflasi pun melesat tajam. Kenaikan inflasi membuat bank sentral banyak negara bertindak agresif dengan menaikkan suku bunga.

Bank of England (BoE) sudah menaikkan suku bunga acuan dalam empat pertemuan terakhir. Pada periode Desember 2021 hingga Mei 2022, suku bunga BoE sudah naik 90 bps menjadi 1% di bulan Mei.

BoE bertindak agresif setelah inflasi melambung pasca perang Rusia-Ukraina. Inflasi Inggris melambung ke 9% (yoy) pada April tahun ini, yang menjadi rekor tertinggi dalam 40 tahun terakhir.

Bank sentral Amerika Serikat (AS) The Fed juga sudah menaikkan suku bunga sebesar 75 bps pada tahun ini, yakni sebesar 25 bps pada Maret dan 50 bps awal bulan ini. Inflasi AS melonjak ke level 8,3% (yoy) pada April. Inflasi April memang lebih rendah dibandingkan Maret (8,5%) tetapi masih berkutat di level tertingginya sejak 40 tahun terakhir.


Tren kenaikan suku bunga tinggi tidak hanya dianut negara maju tetapi juga berkembang. The Reserve Bank of India di luar dugaan menaikkan suku bunga acuan sebesar 40 bps menjadi 4,4% di Mei tahun ini.

Kenaikan tersebut adalah yang pertama sejak 2018 dan dilakukan untuk memerangi inflasi Negeri Bollywood. Inflasi India menembus 7,79% (year on year) di April 2022, yang menjadi rekor tertingginya sejak Mei 2014.

Brasil, Argentina, Malaysia, Arab Saudi, hingga Afrika Selatan sudah menaikkan suku bunga acuan pada tahun ini untuk menghadang inflasi. Ekonom DBS Radhika Rao mengatakan dengan tren kenaikan suku bunga acuan di tingkat global, sulit bagi BI untuk tidak menaikkan suku bunga pada tahun ini. Kenaikan suku bunga acuan tidak hanya untuk menekan inflasi tetapi menjaga daya tarik aset rupiah kepada investor.

Sri Mulyani mengingatkan lonjakan inflasi dan kenaikan suku bunga termasuk suku bunga di tingkal global bisa mengganggu momentum pertumbuhan domestik.

"Pertumbuhan ekonomi kemungkinan akan mengalami tekanan karena inflasi dan kenaikan suku bunga," tutur Sri Mulyani, dalam Rapat Kerja dengan Badan Anggaran DPR, terkait Persetujuan Tambahan Kebutuhan Anggaran dalam Merespon Kenaikan Harga Komoditas, Kamis, 19 Mei 2022.


Dana Moneter Inetrnasional (IMF) dalam laporannya Economic Outlook 2022: War Sets Back the Global Recovery mengatakan banyak bank sentral akan menganut kebijakan moneter ketat untuk meredam inflasi.

"Kenaikan harga membuat banyak bank sentral mengetatkan kebijakan moneter. kenaikan suku bunga juga akan diambil oleh bank sentral di banyak negara terutama emerging market ataupun negara berkembang," tulis IMF.

Kenaikan suku bunga acuan tersebut diperkirakan akan menjadi salah satu faktor melemahnya perekonomian global tahun ini. Faktor lain tentu saja lonjakan inflasi.
IMF telah mengkoreksi pertumbuhan global global tahun ini menjadi 3,6% dari proyeksi sebelumnya 4,4% di awal 2022. 

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular