
Crash 4 Kali dalam 5 Tahun, Bitcoin Selalu Selamat, Kali Ini?

Jakarta, CNBC Indonesia - Nasib investor pemegang aset digital Bitcoin sedang tidak baik-baik saja. Harga cryptocurrency dengan market cap terbesar di dunia itu anjlok ke level terendahnya satu setengah tahun terakhir.
Pada 12 Mei 2022, bahkan token kripto tersebut sempat menyentuh harga US$ 25.401/BTC yang menjadi titik terendahnya dalam kurun waktu 17 bulan.
Pekan ini token kripto yang diciptakan oleh sosok bernama Satoshi Nakamoto tersebut mencoba menguji level psikologis US$ 30.000/BTC, tetapi belum mampu bertahan dari tekanan yang masih terus mendera.
Kondisi ini tentu saja menyisakan sejumlah tanda tanya besar. Apakah aset digital yang satu ini bisa kembali rebound ataukah nasibnya akan berakhir tragis?
Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, Bitcoin telah mengalami setidaknya 5x fase bearish. Fase bearish pertama Bitcoin terjadi di akhir tahun 2017.
Kala itu harga Bitcoin sempat mencapai puncaknya di US$ 18.953/BTC. Namun setelah itu BTC kehilangan 83,15% nilai pasarnya ke level US$ 3.194/BTC.
Tekanan terhadap BTC terjadi dalam 52 pekan atau bisa dikatakan dalam periode 1 tahun penuh, harga BTC terus turun.
Setelah itu BTC berhasil lolos dari lubang jarum. Harga token kripto yang satu ini berhasil bangkit meski tak mampu mencapai level tertingginya pada 2017.
Fase bearish kedua terjadi saat pandemi Covid-19 melanda. Harga Bitcoin awalnya berada di US$ 10.174/BTC. Namun dalam 5 pekan harga Bitcoin drop 47,48% ke US$ 5.344/BTC.
Koreksi tajam yang kedua ini juga bertepatan dengan aksi jual masif di pasar saham dan investor cenderung memilih uang tunai (cash). Namun bukan sembarang uang tunai melainkan dolar AS sebagai aset safe haven.
Kemudian fase bearish ketiga terjadi di pertengahan tahun 2021. Harga Bitcoin sempat mencapai US$ 59.979/BTC yang menjadi level all time high-nya kala itu. Setelah mencapai peak harga ambrol 47,02% ke level US$ 31.777/BTC dalam kurun waktu 14 minggu.
Namun setelah fase bearish ketiga, harga Bitcoin berangsur pulih dalam waktu cepat dan kembali mencetak rekor. Pada 10 November 2021, harga Bitcoin sukses 'menoel' level US$ 69.000/BTC.
Bitcoin gagal bertahan di level tersebut dan akhirnya masuk ke zona bearish untuk keempat kalinya. Butuh waktu 10 pekan untuk BTC menyentuh level bottomnya di US$ 36.294/BTC dan nilainya tergerus 44,6%.
Terakhir, fase bearish kelima sedang dialami oleh Bitcoin saat ini. Belum sempat kembali mencapai level all time high-nya, Bitcoin drop dari harga US$ 46.864/BTC ke bawah US$ 30.000/BTC. Market cap Bitcoin pun tergerus 36,05% selama 8 pekan beruntun.
![]() BTC |
Apabila berkaca pada tiga momen crash terakhir, setidaknya harga Bitcoin akan terkoresi 46% dan butuh waktu 10 pekan untuk mencapai bottom.
Dengan asumsi jika sejarah kembali berulang, maka potensi Bitcoin terkoreksi masih terbuka lebar setidaknya untuk dua minggu ke depan hingga ke US$ 25.307/BTC. Namun level ini sudah pernah dilalui Bitcoin sebelumnya.
Memang apa yang terjadi di masa lampau tidak pernah bisa memprediksi secara akurat apa yang akan terjadi di masa depan. Hanya saja, data historis dapat membantu untuk memahami fenomena yang terjadi dan berguna untuk pengambilan keputusan.
Saat ini kondisi makroekonomi belum menguntungkan bagi Bitcoin. Inflasi yang tinggi membuat bank sentral seperti The Fed (otoritas moneter AS) mengambil langkah agresif dalam menaikkan suku bunga acuan.
Dampaknya adalah dolar AS menguat. Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, harga Bitcoin dan dolar AS cenderung bergerak berlawanan arah atau memiliki korelasi yang negatif.
![]() BTCUSD |
Saat dolar AS menguat akibat kenaikan suku bunga, wajar saja jika harga Bitcoin pun tertekan, apalagi sudah sempat mencicipi level all time high baru.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(RCI)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sebut Kripto Koin Judi, Warren Buffett Punya Alasan Sendiri