Jakarta, CNBC Indonesia - PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) terus menunjukkan kinerja positif di tengah pemulihan ekonomi nasional dari pandemi, dan sukses merebut kembali tahta sebagai bank paling menguntungkan di Tanah Air.
Setelah sempat terkena dampak dari pandemi Covid-19 di tahun 2020 sehingga laba bersihnya tergerus, tahun 2021 dan 2022 menjadi momentum bangkitnya kinerja bisnis emiten berkode saham BBRI ini.
Kinerja keuangan BBRI sangatlah mencolok di kuartal I-2022. Baik dari sisi nominal maupun pertumbuhan, laba bersih BBRI tercatat sebagai yang terbesar dibandingkan dengan tiga bank kakap lainnya. Hingga akhir Maret 2022, laba bersih BRI melesat 78,2% secara tahunan (year on year/yoy) menjadi Rp 12,17 triliun.
Capaian itu mengungguli PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) yang masing-masing membukukan bottom line senilai Rp 10,03 triliun dan Rp 8,06 triliun pada kuartal I-2022.
Bahkan, BBRI memiliki margin laba bunga (Net Interest Margin/NIM) terbesar dibandingkan dengan ketiga bank kakap lainnya. NIM merupakan indikator penting profitabilitas perbankan, yang menunjukkan kelihaian manajemen bank tersebut memutar dana pihak ketiga (DPK) menjadi kredit yang menguntungkan.
NIM BBRI hingga kuartal I-2022 tercatat sebesar 7,7%, atau naik dari periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 7,3%. Angka itu jauh meninggalkan rata-rata NIM empat bank terbesar di Indonesia yang hanya di kisaran 5,6%.
Keberhasilan itu tak lepas dari kesuksesan perseroan mengonsolidasikan PT Pegadaian (Persero) dan PT Permodalan Nasional Madani (PNM). Di sisi lain, BRI terpantau sukses menjalankan dua strategi utama yang sangat krusial untuk dijalankan di tengah situasi sulit seperti sekarang.
Pertama, fokus pada aset dengan imbal hasil (yield) tinggi sehingga mampu meningkatkan perolehan profitabilitas perseroan. Kedua, sukses menekan biaya dana (Cost of Fund/CoF). Hal ini tercermin dari kenaikan pendapatan bunga bersih sebesar 12,1% yoy menjadi Rp 30,41 triliun per kuartal I-2022.
Dari sisi pendapatan bunga, BBRI mencatatkan pertumbuhan sebesar 5,9% menjadi Rp 36,73 triliun berkat kenaikan kredit. Hingga Maret 2022, kredit dan pembiayaan BBRI mampu tumbuh 7,4% yoy, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata industri di angka 6,7% yoy.
Pertumbuhan penyaluran kredit BBRI didorong oleh segmen usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang melompat 9,2% yoy menjadi Rp 903 triliun atau setara dengan 84% dari total kredit dan pembiayaan.
Kredit UMKM memang memberikan yield tinggi, tetapi risikonya juga besar! Namun, BBRI sukses mengelola risiko bisnis yang dihadapi. Hal ini terlihat dari angka kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) BRI yang terpantau turun 20 basis poin (bp) secara tahunan menjadi 3,1%.
Dari sisi biaya, kemampuan BBRI untuk menurunkan CoF patut diacungi jempol. BBRI mampu menaikkan struktur dana murah (Current Account Saving Account/CASA) dari yang sebelumnya di bawah 60% pada kuartal I-2021 menjadi 64% pada kuartal pertama tahun ini.
Strategi digitalisasi yang dilakukan perseroan mampu meraup dana murah hingga tumbuh 16,0% yoy. Sementara itu deposito berjangka turun 4,9% yoy, sehingga secara struktur biaya bunga jadi lebih murah.
Dari sisi cost, strategi front loading provisioning yang diterapkan perseroan pun membuahkan hasil. Di bawah komando Sunarso sebagai Direktur Utama BRI, perseroan sukses memperbaiki kualitas asetnya, sehingga pencadangan yang dilakukan perbankan pun turun.
Biaya provisi BBRI turun 10,2% yoy menjadi Rp 7,92 triliun sejalan dengan membaiknya rasio kredit macet. Dengan kinerja positif tersebut, rasio profitabilitas BBRI secara konsolidasian pun ikut terdongkrak baik dari rasio return on assets (ROA) maupun return on equity (ROE).
Tren pemulihan ekonomi yang berlanjut akan menjadi katalis positif untuk kinerja bisnis BBRI. Pada kuartal I-2022, ekonomi Indonesia tumbuh 5% yoy, kembali ke tren pertumbuhan jangka panjangnya.
Tahun ini, ekonomi Indonesia diperkirakan tumbuh 5-5,2%. Pertumbuhan kredit pun diperkirakan mencapai 6-8%. BBRI optimistis pemulihan ekonomi akan terus berlanjut dengan membidik penyaluran kredit 9-11% di atas rerata industri.
Melihat perkembangan tersebut, Tim Riset CNBC Indonesia menilai segmen UMKM tetap akan menjadi growth driver bagi perseroan dan perseroan akan fokus dengan strategi pertumbuhan kredit pada aset-aset denganĀ imbal hasil tinggi.
Laba bersih BBRI menurut estimasi kami bisa mencapai di atas Rp 50 triliun pada tahun ini atau naik 61% dari capaian laba bersih tahun 2021 yang tercatat di angka Rp 31 triliun. Kualitas aset akan membaik dengan rasio NPL yang bisa ditekan di bawah 3%.
Memang, tantangan bagi perekonomian di tahun ini adalah inflasi yang meningkat. Namun secara historis, kinerja keuangan baik dari sisi penyaluran kredit maupun rasio NPL BBRI tetap terjaga sekalipun inflasi sedang meninggi.
 Sumber: Perseroan |
Outlook kinerja yang positif tentunya akan menjadi katalis positif untuk harga sahamnya. Harga saham BBRI bahkan sempat mendekati level Rp 5.000/unit atau harga tertinggi sepanjang sejarahnya (all time high/ATH) tepatnya di level Rp 4.980/unit.
Secara jangka pendek dengan adanya sentimen eksternal kenaikan suku bunga acuan AS, harga saham-saham di Indonesia pun ikut terkena aksi jual dalam sebulan terakhir, tidak terkecuali BBRI.
Hanya saja, penurunan harga saham BBRI tidaklah mencerminkan kinerja yang memburuk atau outlook yang negatif. Pelemahan harga saham BBRI lebih mencerminkan faktor sentimen saja. Dengan harga penutupan hari ini di angka Rp 4.460/unit, saham BBRI kini diperdagangkan di bawah rata-rata tiga tahun forward Price to Book Value (PBV).
Ini menjadi pertanda bahwa harga saham BBRI justru sedang terdiskon. Apalagi dengan rasio ROE yang bisa mencapai di kisaran 17,5-18% saham BBRI layak divaluasi lebih dari harga sekarang.
Outlook kinerja yang positif tentunya akan menjadi katalis positif untuk harga sahamnya. Harga saham BBRI bahkan sempat mendekati level Rp 5.000/unit atau harga tertinggi sepanjang sejarahnya (all time high/ATH) tepatnya di level Rp 4.980/unit.
Secara jangka pendek dengan adanya sentimen eksternal kenaikan suku bunga acuan AS, harga saham-saham di Indonesia pun ikut terkena aksi jual dalam sebulan terakhir, tidak terkecuali BBRI.
Hanya saja, penurunan harga saham BBRI tidaklah mencerminkan kinerja yang memburuk atau outlook yang negatif. Pelemahan harga saham BBRI lebih mencerminkan faktor sentimen saja. Dengan harga penutupan kemarin di angka Rp 4.460/unit, saham BBRI kini diperdagangkan di bawah rata-rata tiga tahun forward Price to Book Value (PBV).
Ini menjadi pertanda bahwa harga saham BBRI justru sedang terdiskon. Apalagi dengan rasio ROE yang bisa mencapai di kisaran 17,5-18% saham BBRI layak divaluasi lebih dari harga sekarang.
Mengacu pada konsensus analis yang dihimpun Refinitiv, target price untuk saham BBRI ditetapkan di angka Rp 5.200/unit dengan rekomendasi beli (BUY), karena harganya masih terdiskon 20%.
TIM RISET CNBC INDONESIA