
Meroket Nyaris 5%! IHSG Pepet Lagi 7.000 & Terbaik di Dunia

Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah ambrol lebih dari 8% pada pekan lalu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akhirnya bangkit di pekan ini. Meksi belum mampu membalikkan kemerosotan dengan penuh, IHSG kembali memepet level 7.000.
Melansir data Refinitiv, IHSG di pekan ini menguat hingga 4,85% ke 6.918,14. Dalam 4 hari perdagangan, IHSG mampu selalu mencatat penguatan. Namun sayangnya investor asing masih melakukan aksi jual bersih (net sell) meski nilainya jauh berkurang dibandingkan pekan lalu.
Data pasar menunjukkan investor asing net sell senilai Rp 2,44 triliun di pasar reguler, tunai dan nego. Sementara pada pekan lalu net sell di all market lebih dari Rp 9 triliun.
Bursa kebanggaan Tanah Air ini akhirnya kembali mengabaikan pergerakan bursa saham Amerika Serikat (AS) di pekan ini. Wall Street di pekan ini lagi-lagi merosot, indeks Dow Jones minus 2,9%, S&P 500 3%, dan Nasdaq ambrol hingga 3,8%.
Tidak hanya mengabaikan kemerosotan Wall Street, penguatan IHSG juga menjadi yang terbesar dibandingkan bursa utama di Asia dan Eropa, hingga Amerika Serikat.
Sebelum masuk bulan Mei, IHSG mengabaikan rontoknya Wall Street dengan terus menanjak dan mencetak rekor tertinggi sepanjang masa. Penyebabnya, tingginya harga komoditas yang membuat devisa mengalir deras ke dalam negeri, diikuti dengan capital inflow yang besar.
Meski asing dalam dua pekan terakhir melakukan jual bersih, tetapi sepanjang tahun ini tercatat net buy sebesar Rp 62,9 triliun di all market.
Tingginya harga komoditas membuat neraca perdagangan Indonesia mampu mencetak surplus hingga 24 bulan beruntun, dan membantu transaksi berjalan mencatat surplus 3 kuartal beruntun.
Bank Indonesia (BI) kemarin melaporkan transaksi berjalan mencatat surplus US$ 0,2 miliar atau 0,1% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Ini membuat transaksi berjalan alias current account mengalami surplus tiga kuartal beruntun.
"Kinerja positif tersebut ditopang oleh surplus neraca perdagangan nonmigas yang tetap kuat seiring dengan harga ekspor komoditas global yang masih tinggi, seperti batu bara dan CPO, di tengah peningkatan defisit neraca perdagangan migas sejalan dengan kenaikan harga minyak dunia.
Sementara itu, defisit neraca jasa meningkat sejalan dengan perbaikan aktivitas ekonomi yang terus berlanjut dan kenaikan jumlah kunjungan wisatawan nasional ke luar negeri pasca pelonggaran kebijakan pembatasan perjalanan antarnegara dan penyelenggaraan ibadah umrah yang kembali dibuka. Di sisi lain, defisit neraca pendapatan primer membaik sehingga menopang berlanjutnya surplus transaksi berjalan," papar laporan BI.
Surplus transaksi berjalan menjadi fundamental penting bagi Indonesia, dan memberikan sentimen positif ke rupiah agar tidak terpuruk akibat kuatnya tekanan eksternal. Stabilitas rupiah akan memberikan kenyamanan bagi investor asing untuk mengalirkan modalnya ke dalam negeri, sebab risiko kerugian kurs bisa diminimalisir.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Jokowi Buka Lagi Ekspor Minyak Goreng dan CPO