Tak Pernah Menguat Sepanjang Mei, Rupiah Sehat?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
18 May 2022 15:03
Ilustrasi Dolar dan Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi Dolar dan Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah lagi-lagi melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS). Dengan demikian, sepanjang bulan Mei rupiah sama sekali tidak pernah mampu mencatat penguatan. Padahal, beberapa kali rupiah membuka perdagangan dengan menguat tetapi gagal dipertahankan hingga penutupan.

Pada perdagangan Rabu (18/5/2022), rupiah berakhir di Rp 14.685/US$, melemah 0,27% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Level tersebut merupakan yang terlemah sejak 2 November 2020. Di awal perdagangan hari ini rupiah sebenarnya menguat 0,07% ke Rp 14.635/US$.

Dalam 7 hari perdagangan di bulan Mei, rupiah tercatat 5 kali melemah dan dua kali stagnan.

Sulitnya rupiah menguat di bulan ini tidak lepas dari agresifnya bank sentral AS (The Fed) dalam menaikkan suku bunga acuannya.

Seperti diketahui The Fed mulai menaikkan suku bunga pada bulan Maret lalu, sebesar 25 basis poin menjadi 0,25% - 5%.

Di bulan ini The Fed lebih agresif lagi dengan menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin menjadi 0,75% - 1%. Kenaikan ini menjadi yang terbesar dalam 22 tahun terakhir.

Tidak sampai di situ, ketua The Fed Jerome Powell bahkan terang-terangan menyatakan suku bunga bisa dinaikkan lagi 50 basis poin dalam beberapa pertemuan ke depan. Namun, Powell juga mengesampingkan kemungkinan kenaikan 75 basis poin.

Kemarin, Ketua The Fed Jerome Powell memberikan pernyataan bahwa The Fed akan kembali menaikkan suku bunga acuan setinggi yang diperlukan untuk menekan lonjakan inflasi yang mengancam fondasi ekonomi.

"Apa yang perlu kita lihat adalah inflasi turun dengan cara yang jelas dan meyakinkan. Jika kami tidak melihat itu, kami harus mempertimbangkan untuk bergerak lebih agresif," tuturnya pada Konferensi Wall Street Journal yang dikutip dari Reuters.

Dia juga menambahkan bahwa landasan ekonomi adalah untuk mencapai dan memulihkan stabilitas harga. Meskipun, kebijakan moneter yang agresif akan meningkatkan kemungkinan kontraksi karena pengendalian inflasi akan memperlambat pertumbuhan ekonomi atau angka pengangguran yang lebih tinggi.

Pasca pernyataan tersebut, pasar kini melihat di akhir tahun suku bunga The Fed akan berada di kisaran 2,75% - 3%, artinya akan ada kenaikan 200 basis poin lagi, yang membuat selisih suku bunga dengan Bank Indonesia semakin menyempit. Rupiah pun kesulitan menguat.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ini Penyebab Rupiah Menguat 4 Pekan Beruntun, Terbaik di Asia

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular