Tak Mampu Bangkit, Rupiah Justru Dekati Rp 14.700/US$!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
Selasa, 17/05/2022 15:11 WIB
Foto: Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah masih belum mampu bangkit melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa (17/5/2022). Rupiah malah semakin dekat dengan Rp 14.700/US$ meski kabar baik mulai berdatangan. Neraca perdagangan Indonesia mampu memperpanjang surplus, sementara capital outflow yang terjadi di pasar saham akhirnya terhenti.

Melansir data Refinitiv, rupiah sebenarnya membuka perdagangan dengan menguat 0,07%, tetapi hanya sesaat langsung berbalik melemah. Depresiasi rupiah terus bertambah hingga 0,37% ke Rp 14.665/US$ yang merupakan level terlemah sejak 2 November 2020.

Di penutupan perdagangan, rupiah berada di Rp 14.645/US$, melemah 0,24%.


Badan Pusat Statistik (BPS) hari ini melaporkan nilai ekspor Indonesia pada April 2022 melampaui US$ 27 miliar naik 47,76% dibandingkan periode yang sama tahun lalu (year-on-year/yoy). Nilai tersebut merupakan yang tertinggi sepanjang masa.

Salah satu pendorong utama lonjakan ekspor adalah pertambangan yang mencapai US$ 6,41 miliar atau tumbuh 182,48% secara yoy dan 18,58% secara mtm.Batu bara adalah penyumbang terbesar.

"Kenaikan harga batu bara karena kenaikan harga," kata Kepala BPS Margo Yuwono dalam konferensi pers, Selasa (17/5/2022).

Di sisi lain, nilai impor Indonesia pada bulan lalu sebesar US$ 19,76 miliar, tumbuh 21,97% (yoy). Dengan demikian, neraca perdagangan Indonesia membukukan surplus US$ 7,56 miliar. Ini membuat neraca perdagangan mengalami surplus selama 24 bulan beruntun.

Sayanganya, surplus neraca perdagangan tersebut belum mampu membuat rupiah bangkit.

Sementara itu aksi jual masif yang melanda pasar saham mulai mereda. Data pasar menunjukkan sepanjang pada periode 9 - 13 Mei lalu, investor asing tercatat melakukan aksi jual bersih sebesar Rp 8,41 triliun di pasar reguler, dan ditambah pasar tunai dan nego nilainya mencapai Rp 9,11 triliun.

Pada hari ini, investor asing akhirnya kembali melakukan beli bersih, meski nilainya tidak besar, sekitar Rp 160 miliar di all market.   

Tidak hanya di pasar saham, pasar obligasi Indonesia yang sudah kurang menarik menjadi semakin terpuruk.

Capital outflow yang terjadi di pasar obligasi sekunder semakin masif pada pekan lalu. Data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan menunjukkan pada periode 9 - 12 Mei terjadi capital outflow sebesar Rp 9,11 triliun.

Bank Sentral AS (The Fed) menjadi pemicu capital outflow yang terjadi di pasar obligasi Indonesia, begitu juga dengan pasar saham.

Seperti diketahui The Fed mulai menaikkan suku bunga pada bulan Maret lalu, sebesar 25 basis poin menjadi 0,25% - 5%.

Di bulan ini The Fed lebih agresif lagi dengan menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin menjadi 0,75% - 1%. Kenaikan ini menjadi yang terbesar dalam 22 tahun terakhir.

Tidak sampai di situ, ketua The Fed Jerome Powell bahkan terang-terangan menyatakan suku bunga bisa dinaikkan lagi 50 basis poin dalam beberapa pertemuan ke depan.

Namun, Powell juga mengesampingkan kemungkinan kenaikan 75 basis poin.

"Kenaikan 50 akan didiskusikan dalam beberapa pertemuan mendatang. (Kenaikan) 75 basis poin bukan sesuatu yang dipertimbangkan anggota komite kebijakan moneter," kata Powell saat konferensi pers Kamis (5/5/2022).

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
Saksikan video di bawah ini:

Video: IHSG Cerah Hingga Tekanan Dolar & Tarif Masih Jadi Risiko