Eling Lan Waspada! Derita Rupiah Masih Belum Reda

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
17 May 2022 09:16
Warga melintas di depan toko penukaran uang di Kawasan Blok M, Jakarta, Jumat (20/7). di tempat penukaran uang ini dollar ditransaksikan di Rp 14.550. Rupiah melemah 0,31% dibandingkan penutupan perdagangan kemarin. Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) semakin melemah. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah sudah berada di level terlemah dalam 1,5 tahun terakhir melawan dolar Amerika Serikat (AS). Tetapi pada perdagangan hari ini, Selasa (17/5/2022) rupiah kembali melemah.

Melansir data Refinitiv, rupiah sebenarnya membuka perdagangan dengan menguat 0,1% ke Rp 14.600/US$,.Tetapi hanya hitungan detik sudah berbalik melemah 0,1% ke Rp 14.625/US$.

Tanda-tanda rupiah akan kembali melemah sudah terlihat di pasar non-deliverable forward (NDF) yang lebih lemah pagi ini ketimbang beberapa saat setelah penutupan perdagangan Jumat pekan lalu.

PeriodeKurs Jumat (13/5) Pukul 15:13 WIBKurs Selasa (17/5) pukul 8:56 WIB 
1 PekanRp14.616,2Rp14.629,5
1 BulanRp14.654,1Rp14.655,0
2 BulanRp14.690,3Rp14.693,0
3 BulanRp14.732,6Rp14.737,0
6 BulanRp14.861,7Rp14.853,0
9 BulanRp14.959,0Rp14.973,0
1 TahunRp15.090,6Rp15.130,0
2 TahunRp15.532,0Rp15.595,0

NDF adalah instrumen yang memperdagangkan mata uang dalam jangka waktu tertentu dengan patokan kurs tertentu pula.Pasar NDF tersedia di pusat-pusat keuangan internasional seperti Singapura, Hong Kong, New York, atau London, dan seringkali mempengaruhi psikologis pembentukan harga di pasar spot.

Rupiah sepanjang pekan lalu tercatat melemah 0,79% ke Rp 14.610/US$, yang merupakan level terlemah sejak November 2020, melansir data Refinitiv.

Aksi jual masif melanda pasar saham. Data pasar menunjukkan sepanjang pada periode 9-13 Mei lalu, investor asing tercatat melakukan aksi jual bersih sebesar Rp 8,41 triliun di pasar reguler, dan ditambah pasar tunai dan nego nilainya mencapai Rp 9,11 triliun.

Tidak hanya di pasar saham, pasar obligasi Indonesia yang sudah kurang menarik menjadi semakin terpuruk.

Capital outflow yang terjadi di pasar obligasi sekunder semakin masif pada pekan lalu. Data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan menunjukkan pada periode 9-12 Mei terjadi capital outflow sebesar Rp 9,11 triliun.

Dengan demikian, total dana yang menguap di pasar saham dan obligasi dalam sepekan lebih dari Rp 23 triliun, yang membuat rupiah kesulitan menguat.

Bank Sentral AS (The Fed) menjadi pemicu capital outflow yang terjadi di pasar obligasi Indonesia, begitu juga dengan pasar saham.

Seperti diketahui The Fed mulai menaikkan suku bunga pada bulan Maret lalu, sebesar 25 basis poin menjadi 0,25-5%.

Bulan ini The Fed lebih agresif lagi dengan menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin menjadi 0,75-1%. Kenaikan ini menjadi yang terbesar dalam 22 tahun terakhir.

Tidak sampai di situ, ketua The Fed Jerome Powell bahkan terang-terangan menyatakan suku bunga bisa dinaikkan lagi 50 basis poin dalam beberapa pertemuan ke depan. Namun, Powell juga mengesampingkan kemungkinan kenaikan 75 basis poin.

"Kenaikan 50 akan didiskusikan dalam beberapa pertemuan mendatang. (Kenaikan) 75 basis poin bukan sesuatu yang dipertimbangkan anggota komite kebijakan moneter," kata Powell saat konferensi pers Kamis (5/5/2022).

TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Dari China Bakal Hadang Rupiah ke Bawah Rp 15.000/US$?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular