
Kabar Kripto di Hari Waisak, Bitcoin Kembali ke US$ 29.000-an

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga kripto utama cenderung bervariasi pada perdagangan Senin (16/5/2022) siang waktu Indonesia, di mana Bitcoin kembali terkoreksi ke kisaran level US$ 29.000.
Melansir data dari CoinMarketCap pada pukul 13:30 WIB, Bitcoin melemah 0,94% ke level harga US$ 29.517,53/koin atau setara dengan Rp 431.251.113/koin (asumsi kurs Rp 14.610/US$), Ethereum terkoreksi 0,61% ke level US$ 2.020,67/koin atau Rp 29.521.989/koin.
Berikutnya dari beberapa koin digital (token) alternatif (altcoin) yakni BNB turun 0,17% ke US$ 293,04/koin (Rp 4.281.314/koin), XRP ambles 1,63% ke US$ 0,4163/koin (Rp 6.088/koin), dan Dogecoin terpangkas 0,48% ke US$ 0,08769/koin (Rp 1.282/koin).
Sementara untuk token Cardano dan Solana bertahan di zona hijau pada hari ini dan melesat kembali. Cardano melejit 4,97% ke US$ 0,5579/koin (Rp 8.159/koin), dan Solana melonjak 4,81% ke US$ 53,62/koin (Rp 784.193/koin).
Berikut pergerakan 10 kripto utama pada hari ini.
![]() |
Pada Jumat siang pekan lalu, Bitcoin dan kripto lainnya berhasil rebound, setelah sehari sebelumnya sempat crash yang cukup parah, di mana salah satunya akibat jatuhnya dua koin digital besutan Terra yakni LUNA dan TerraUSD (UST).
Meskipun berhasil rebound pada perdagangan Jumat pekan lalu, tetapi risiko masih akan menghantui pasar kripto dalam beberapa hari mendatang. Hal ini tercermin pada koreksinya kembali beberapa kripto.
Faktor risiko pertama yakni masih terkait dengan tingginya inflasi global dan pengetatan kebijakan moneter bank sentral Amerika Serikat (AS).
Sebelumnya pada pekan lalu, inflasi Negeri Paman Sam dari sisi konsumen (Indeks Harga Konsumen/IHK) pada bulan April lalu mencapai 8,3% atau lebih buruk dari ekspektasi ekonom dan analis dalam polling Dow Jones yang memperkirakan angka 8,1%. Namun, realisasi tersebut masih lebih landai dari inflasi Maret 2022 yang tercatat sebesar 8,5%.
Sedangkan inflasi dari sisi produsen (producer price index/PPI) pada April lalu, yang menunjukkan harga barang di tingkat grosir AS, melonjak 11% secara tahunan. Angka itu memang lebih rendah dari posisi Maret 2022, tetapi lebih buruk dari ekspektasi pelaku pasar.
Kenaikan inflasi yang sangat tinggi membuat bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang sebelumnya bersikap dovish, ke depannya bakal makin hawkish dalam menentukan kebijakan moneternya untuk menurunkan inflasi.
Suku bunga acuan diramal bakal dinaikkan sampai lebih dari 5 kali pada tahun ini. Alhasil, aset kripto pun makin berguguran.
Risiko pun ditambah dari kasus kejatuhan LUNA dan UST. UST merupakan stablecoin. Artinya pihak yang menciptakan koin ini berjanji akan membuat harga tokennya stabil di kisaran US$ 1.
Namun harga stablecoin tersebut anjlok dan membuat sister coin-nya yaitu LUNA juga kehilangan hingga mencapai 99,9% dari nilai pasarnya.
Sebagai informasi, saat diterbitkan pertama kali nilainya US$ 0,8 per koin dan sempat mencapai harga tertinggi sepanjang masa sebesar US$ 119,55 per koin pada April lalu. Bahkan pernah menjadi salah satu aset kripto dengan kapitalisasi pasar besar senilai US$ 40 miliar.
Terra LUNA punya peran yang vital untuk menstabilkan harga dari UST dan mengurangi volatilitas pasar. Saat UST turun sedikit, maka Terra LUNA akan dibakar sebagai cara harga bisa stabil.
UST menjadi satu-satunya stablecoin berkapitalisasi pasar jumbo yang tidak memiliki aset yang mem-backingnya seperti stablecoin umum lainnya dan hanya bergantung pada arbitrase pasar.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/vap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Crypto Crash! Bitcoin Cs Babak Belur, Ada Apa Ini?