Jakarta, CNBC Indonesia - Berbagai komoditas menctatkan kinerja negatif pada perdagangan pekan ini. Penyebaran virus Corona (Coronavirus Disease 2019/Covid-19) jadi pemicu. Pasalnya China adalah konsumen utama komoditas baik energi hingga logam.
Berikut tinjauan harga komoditas pekan ini yang sudah dirangkum Tim Riset CNBC Indonesia:
Minyak Mentah
Harga minyak mentah jenis Brent telah turun sekitar 3% point-to-point (ptp) dan sempat menyentuh level US$ 101/barel. Sementara jenis light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) turun 2,3% ptp.
Permintaan fisik untuk minyak sedang lesu karena impor China yang lebih rendah. Penyebabnua karena kebangkitan Covid-19 dan lockdown yang meluas menurunkan konsumsi bahan bakar.
Selain itu, harga minyak mentah dunia tertekan asat kekhawatiran pertumbuhan ekonomi glonal melambat akibat kenaikan suku bunga.
Mata uang Paman Sam, dolar, turut andil membebani harga minyak yang sempat ke US$ 130/barel. Dolar yang menguat membuat minyak yang dibanderol dengan greenback menjadi lebih mahal dibanding pemegang mata uang lain.
Harga minyak yang tertahan di level US$ 100/barel ditopang oleh usulan Uni Eropa atas larangan impor minyak Rusia. Ini membuat cemas pelaku pasar atas pasokan minyak Rusia di pasar. Akan tetapi
Logam Industri
Strategi 0% Covid-19 di China memaksa penutupan wilayah-wilayah guna menekan angka penyebaran. Hal ini sangat berdampak pada rantai pasokan logam industri. Pertama-tama menyebabkan ketidakpastian di pasokan dan selanjutnya memengaruhi permintaan.
"Harga logam telah jatuh kembali ke tingkat pra-konflik (2021) karena dolar AS yang kuat, penguncian China, dan melemahnya permintaan China membebani sebagian besar kenaikan (harga)," kata Fitch Solutions dalam sebuah catatan.
"Kami memperkirakan lebih banyak pelemahan harga di kuartal II-2022 sebelum stabilisasi di paruh kedua tahun ini, karena penguncian China berlanjut."
Fitch Solution berharap pemerintah China mampu mempertahankan kebijakan fiskal dan moneter yang longgar sepanjang tahun pada tahun 2022. Hal ini berguna untuk merangsang aktivitas dan pertumbuhan ekonomi yang akan membantu meningkatkan permintaan logam dari sektor konstruksi.
Harga tembaga telah turun 3,7% ptp sepanjang pekan ini. Begitu pula dengan nikel dan timah yang masing-masing merosot 8% ptp dan 13,6% ptp.
 Foto: Investing Harga Nikel, Tembaga, Timah |
Logam Mulia
Logam Mulia berada dalam kinerja yang buruk meskipun laju inflasi yang panas dan konflik geopolitik masih masih berlangsung.
Akan tetapi akis all out bank sentral Amerika Serikat (The Fed/Federal Reserves) berhasil "menggebuk" logam mulia hingga terkapar. Normalisasi kebijakan moneter The Fed menyebabkan imbal hasil obligasi dan dolar menguat.
Harga emas jatuh 3,15% ptp sepangang minggu ini. Sedangkan perak lebih parah, harganya ambles 6,58% ptp.
Indeks dolar AS yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama, menguat 0,87% ke level 104,750 pada perdagangan kemarin. Melewati rekor tertingginya sejak dua dasawarsa pada Senin (9/5/2022) di level 104,49.
Logam mulia akan makin mahal bagi pemegang mata uang lainnya karena dibanderol dengan greenback.
Di sisi lain, yield surat utang pemerintah AS kembali menanjak. Pada hari ini, Kamis (12/5/2022), yield naik ke level 2,89%. Sebelumnya yield bahkan sempat bertengger di level 3%.
Emas dan perak sejatinya sebagai aset lindung inflasi tetapi sang logam mulia juga rentan terhadap pergerakan yield surat utang pemerintah AS karena tidak menawarkan imbal hasil.
Fitch Solution memperkirakan harga rata-rata emas pada US$1.900/troy ons dan USD1.800/tory ons pada tahun 2022 dan 2023.
 Foto: Investing Harga Emas dan Perak |
Biji-bijian
Fitch Solution dalam laporannya memperkirakan harga bijih-bijihan akan tetap tinggi di kuartal II-2022 karena gangguan ekspor dari Rusia dan Ukraina. Selain itu biaya pupuk yang tinggi juga jadi faktor pendorong harga.
Produksi diperkirakan akan melonjak pada semester II-2022. Hal ini diyakini dapat mendinginkan harga.
"Kami memperkirakan produksi biji-bijian akan meningkat secara signifikan selama musim 2022/23, yang panennya akan dimulai pada kuartal III-2022," tulis Fitch Solution dalam catatannya.
"Keputusan oleh pemerintah India untuk membatasi impor gandum dari negara itu adalah risiko kenaikan paling signifikan terhadap harga biji-bijian dalam waktu dekat."
 Foto: Refinitiv Harga Jagung, Gandum, dan Kedelai |
Lainnya
Kopi arabika dan kakao adalah komoditas 'mewah'. Permintaan dan pengeluaran konsumen yang melambat serta konflik geopolitik membebani permintaan dan harga produk-produk ini.
Kecuali minyak kelapa sawit, yang harganya akan terus meningkat dalam beberapa minggu dan bulan mendatang selama larangan ekspor minyak sawit Indonesia.
TIM RISET CNBC INDONESIA