
Bursa Asia Cerah di Akhir Pekan, Sayangnya IHSG Merah Sendiri

Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa Asia-Pasifik ditutup cerah pada perdagangan Jumat (13/5/2022) akhir pekan ini, setelah menjalani perdagangan bak 'roller coaster' sepanjang pekan ini. Investor masih menilai dampak dari inflasi Amerika Serikat (AS) yang masih meninggi pada April lalu.
Indeks Hang Seng Hong Kong memimpin penguatan bursa Asia-Pasifik pada hari ini, yakni ditutup terbang 2,68% ke level 19.898,77. Saham teknologi China yang terdaftar di bursa Hong Kong menjadi pendorongnya hari ini.
Saham Tencent Holdings ditutup melejit 2,56%, disusul saham Alibaba yang terbang 2,75%. Indeks teknologi Hang Seng pun meroket 4,5%.
Sedangkan indeks Nikkei Jepang menyusul dengan ditutup melejit 2,64% ke level 26.427,65, kemudian KOSPI Korea Selatan yang melompat 2,12% ke 2.604,24, ASX 200 Australia melonjak 1,93% ke 7.075,1, Shanghai Composite China melesat 0,96% ke 3.084,28, dan Straits Times Singapura menguat 0,82% ke posisi 3.191,16.
Hanya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang ditutup di zona merah pada hari ini, yakni turun tipis 0,03% ke level 6.597,99.
Dari Jepang, saham konglomerat Softbank Group melompat lebih dari 12%, meskipun pada Kamis kemarin melaporkan rekor kerugiannya pada unit investasi Vision Fund.
Kekhawatiran atas inflasi dan prospek ekonomi telah membebani sentimen investor global dalam beberapa hari terakhir dan hal ini turut menjadi pemberat bursa Asia-Pasifik pada pekan ini. Sehingga, investor global menganggap bahwa pekan ini bagaikan 'roller coaster'.
Sebelumnya pada Kamis kemarin, indeks harga produsen (producer price index/PPI) pada April, yang menunjukkan harga barang di tingkat grosir AS, melonjak 11% secara tahunan. Angka itu memang lebih rendah dari posisi Maret, tetapi lebih buruk dari ekspektasi pelaku pasar.
Hal ini kembali memicu kekhawatiran bahwa inflasi tinggi belum akan berakhir. Data inflasi pada Rabu lalu dari sisi konsumen (Indeks Harga Konsumen/IHK) April berada di 8,3%, yang lebih buruk dari ekspektasi dan masih berada di dekat rekor tertingginya sejak 40 tahun di 8,5%.
Maklum, AS merupakan negara super power dengan kekuatan ekonomi terbesar di dunia dan memiliki mata uang reserves currency yang digunakan untuk berbagai kebutuhan transaksi.
Inflasi yang tinggi di AS memang menimbulkan kekhawatiran bahwa ekonomi akan kembali jatuh ke dalam jurang resesi. Beberapa leading indicator seperti pembalikan kurva imbal hasil surat utang pemerintah AS (US Treasury) semakin membuat pasar panik.
Inflasi yang masih panas di AS juga membuat investor khawatir bahwa bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) berada di jalur agresifnya untuk kembali menaikkan suku bunga acuan di pertemuan selanjutnya.
Ketua The Fed, Jerome Powell memberikan pernyataan kemarin bahwa dia tidak dapat menjamin bisa secara lembut untuk meredam inflasi tanpa mendorong ekonomi ke dalam resesi.
Namun pada hari ini, sepertinya pasar saham global akan melewati periode 'roller coaster', di mana kontrak berjangka (futures) indeks bursa AS cenderung menguat di pra pembukaan perdagangan.
Investor berharap indeks S&P 500 dapat menghindari penurunan, meskipun indeks S&P 500 telah anjlok 18% dari rekor tertingginya kemarin.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/vap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Perdagangan Perdana di 2024, Bursa Asia Dibuka Beragam
