Saat Bursa Asia Memerah Lagi, Shanghai Malah Hijau Sendiri

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
Selasa, 10/05/2022 16:50 WIB
Foto: Bursa Jepang (Nikkei). (AP Photo/Koji Sasahara)

Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa Asia-Pasifik kembali ditutup di zona merah pada perdagangan Selasa (10/5/2022), karena pelaku pasar masih cenderung melakukan aksi jual di tengah ketidakpastian kondisi global.

Namun, indeks Shanghai Composite China kembali ditutup di zona hijau pada hari ini, yakni melesat 1,06% ke level 3.035,84. Pada perdagangan Senin kemarin, Shanghai ditutup naik tipis 0,09%.

Berhasil melesatnya indeks Shanghai terjadi di saat Negeri Panda masih bergelut dengan pandemi virus corona (Covid-19) terburuknya sejak awal pandemi tahun 2020 lalu.


Sedangkan sisanya kembali ditutup di zona merah. Indeks Nikkei Jepang ditutup melemah 0,58% ke level 26.167,1, Hang Seng Hong Kong memimpin dengan ditutup ambruk 1,84% ke 19.633,689, ASX 200 Australia merosot 0,98% ke 7.051,2.

Berikutnya Straits Times Singapura berakhir tergelincir 1,25% ke level 3.234,19, KOSPI Korea Selatan terdepresiasi 0,55% ke 2.596,56, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ambles 1,3% ke posisi 6.819,79.

Hang Seng memimpin koreksi bursa Asia-Pasifik karena diperberat oleh saham-saham teknologi China yang terdaftar di bursa tersebut.

Saham Tencent ditutup tergelincir 1,6%, sedangkan saham Alibaba ambles 4,3%, dan saham NetEase drop 1,4%. Hal ini membuat indeks teknologi Hang Seng pun ambrol 2,9%.

Selain di Hong Kong, koreksi dalam juga terjadi di saham-saham teknologi Jepang dan Korea Selatan. Di Jepang, saham konglomerat Softbank Group ambles 1,78%. Sedangkan di Korea Selatan, saham Kakao terkoreksi 0,59% dan saham Krafton ambruk 2,58%.

Tekanan jual yang menerpa saham-saham di Asia-Pasifik sejalan dengan kondisi di pasar saham Amerika Serikat (AS) yang hingga kemarin masih mendapatkan tekanan jual yang besar dan membuat tiga indeks utama di Wall Street kembali 'rontok'.

Indeks Dow Jones ditutup ambles 1,99%, S&P 500 ambruk 3,2%, dan Nasdaq Composite paling parah yakni anjlok 4,29%.

Semua ini pemicunya lagi-lagi bermuara pada kebijakan moneter AS. Bank sentral Paman Sam (Federal Reserve/The Fed) yang pada pekan lalu menaikkan suku bunga acuannya sebesar 50 basis poin (bp).

Kini target suku bunga AS berada di kisaran 0,75-1,00%. Kenaikan drastis suku bunga acuan membuat imbal hasil (yield) surat utang pemerintahnya naik signifikan.

Pada Senin pagi hari waktu AS, yield Treasury tenor 10 tahun sempat menyentuh kisaran level 3,18%. Namun pada penutupan perdagangan Senin waktu AS, yield Treasury tenor 10 tahun mulai menurun ke level 3,001%.

Ketika yield naik berarti harga obligasi sedang tertekan. Investor cenderung memilih aset-aset dengan durasi pendek dan melepas aset dengan horison investasi jangka panjang.

Hal inilah yang memicu saham-saham teknologi babak belur di sepanjang tahun 2022 ini. Pelaku pasar pun memperkirakan volatilitas masih akan berlangsung.

"Kami perkirakan pasar masih akan bergerak volatil dengan kecenderungan adanya downside risk seiring dengan risiko stagflasi yang meningkat," tulis Maneesh Despande dari Barclays sebagaimana diwartakan CNBC International.

Sebagai informasi, stagflasi adalah kondisi ketika perekonomian suatu negara mengalami inflasi dan tingkat pengangguran yang tinggi, yang dibarengi dengan ekonomi yang melambat dan adanya resesi.

Stagflasi pernah terjadi di AS pada tahun 1970-an. Pemicu stagflasi kala itu juga sama yaitu harga minyak dan energi yang melambung karena tensi geopolitik yang meningkat.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/vap)
Saksikan video di bawah ini:

Video: IHSG Menguat, Pasar Modal RI Masih Jadi Pilihan Investor