
Ekspor Dilarang, Emiten CPO Perlu Maksimalkan Pasar Lokal

Jakarta, CNBC Indonesia - Vice President Infovesta Utama Wawan Hendrayana memprediksi dampak larangan ekspor CPO akan menurunkan penjualan emiten CPO.
"Tentu akan menurunkan penjualan dan juga pendapatan karena meski harga CPO tinggi tidak dapat diekspor," jelas Wawan kepada CNBC Indonesia, Selasa (10/5/2022).
Hanya menurut Wawan, belajar dari kebijakan larangan batu bara sebelumnya, dampak pelarangan ini tidak terlalu lama sepanjang kebutuhan dalam negeri sudah terjamin.
"Oleh karena itu, emiten CPO harus memanfaatkan pasar dalam negeri, menjaga ketersediaan CPO untuk dalam negeri agar larangan segera diangkat," tegas Wawan.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui akun Youtube Sekretariat Presiden pada Jumat, 22 April 2022 mengumumkan rencana pelarangan ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng. Ini dilakukan demi menjaga jaminan pasokan minyak goreng di dalam negeri.
Pelarangan berlaku mulai 28 April 2022 sampai batas waktu yang akan ditentukan kemudian. Hanya saja, pengumuman itu sempat memicu kisruh di lapangan. Sebabnya, petunjuk teknis pelarangan ekspor tak segera terbit.
Pada saat bersamaan, beredar Surat Edaran bertanda tangan Plt Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan) Ali Jamil.
Surat tertanggal 25 April itu ditujukan kepada gubernur 21 provinsi penghasil kelapa sawit di Indonesia. Di mana, kalimat pembuka surat berbunyi 'sehubungan dengan pengumuman Presiden RI pada tanggal 22 April 2022 tentang Pelarangan Ekspor bahan baku minyak goreng (RBD Palm Olein/ RBDPO) yang akan diberlakukan pada tanggal 28 April 2022'.
Namun, terlanjur di lapangan, harga tandan buah segar (TBS) petani sempat anjlok karena pabrik kelapa sawit dikabarkan menghentikan pembelian karena rencana pelarangan ekspor CPO.
Tak hanya itu, kebijakan ini memicu tanya di sejumlah kalangan dan dianggap sebagai kemunduran.
Pasalnya, pemerintah tengah memacu hilirisasi industri berbasis sumber daya alam, termasuk minyak sawit. Karena itu pula, sejak 10 tahun lalu, pemerintah memberlakukan bea keluar (BK) atas ekspor kelapa sawit dan turunannya.
Pengenaan BK menjadi strategi pemerintah memacu tumbuhnya industri hilir sawit di dalam negeri.
Senada, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, jika yang dilarang ekspor adalah RBDPO yang justru turunan CPO, maka ekspor CPO justru akan maksimal.
"Itu artinya potential loss-nya besar, harga di konsumen minyak goreng tetap mahal bahkan picu kelangkaan baru. Karena itu kita masih menunggu aturan yang lebih rinci. Bahkan bisa saja batal sebelum 28 April," kata Bhima kepada CNBC Indonesia, Senin malam (25/5/2022).
"Dan betul kemunduran, justru yang terjadi adalah pengalihan CPO lebih besar bahkan ke biodisel karena harga beli biodisel jauh lebih tinggi dibandingkan dijual ke pabrik minyak goreng," lanjut Bhima.
(vap/vap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Larangan Ekspor jadi Nyata, Harga CPO Malah Turun Tipis