
Longsor! Dolar Australia Nyaris ke Bawah Rp 10.000, Borong?

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar dolar Australia kembali merosot melawan rupiah pada perdagangan Selasa (10/5/2022), hingga nyaris menembus ke bawah Rp 10.000/AU$. Kali terakhir dolar Australia berada di bawah level psikologis tersebut pada pertengahan Juli 2020 lalu.
Melansir data dari Investing, dolar Australia pagi ini merosot 0,62% ke Rp 10.060/AU$, level terendah sejak akhir Januari.
Dolar Australia masih terus tertekan melawan rupiah meski bank sentralnya (Reserve Bank of Australia/RBA) menaikkan suku bunga pekan lalu sebesar 25 basis poin menjadi 0,35% dari rekor terendah sepanjang masa 0,1%. Kenaikan tersebut menjadi yang pertama sejak November 2010.
Bahkan kenaikannya lebih besar dari prediksi ekonom yang disurvei Reuters yang memperkirakan kenaikan sebesar 15 basis poin.
Survei tersebut juga menunjukkan RBA akan diperkirakan agresif dalam menaikkan suku bunga. Sebanyak 23 dari 32 ekonom memperkirakan di bulan Juni, suku bunga diperkirakan akan kembali dinaikkan menjadi 0,5%, 4 ekonom bahkan memprediksi suku bunga menjadi 0,75%.
Meski diperkirakan akan sangat agresif, tetapi nyatanya dolar Australia masih terus melemah melawan rupiah, padahal Bank Indonesia (BI) kali terakhir mengumumkan kebijakan moneter masih bersikap dovish.
Tetapi, pelaku pasar kini menanti kemungkinan perubahan sikap BI. Sebab inflasi di Indonesia terus menunjukkan tren kenaikan.
Badan Pusat Statistik (BPS) kemarin mengumumkan data inflasi Indonesia periode April 2022 tumbuh 0,95% dibandingkan sebulan sebelumnya (month-to-month/mtm). Ini menjadi rekor tertinggi sejak 2017.
Sementara dibandingkan April 2021 (year-on-year/yoy), terjadi inflasi 3,47%. Ini adalah yang tertinggi sejak 2019.
Inflasi inti dilaporkan tumbuh 2,6% (yoy), tertinggi sejak Mei 2020 tetapi sedikit lebih rendah dari hasil polling Reuters 2,61% (yoy). Hingga April lalu, inflasi inti sudah naik dalam 7 bulan beruntun.
BI menjadikan inflasi inti sebagai patokan untuk menetapkan kebijakan moneter dan akan mengadakan Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada 23 dan 24 Mei mendatang, pelaku pasar akan melihat apakah sikap BI akan berubah menjadi lebih hawkish atau masih tetap dovish.
Jika BI berubah menjadi hawkish, maka rupiah akan mendapat suntikan tenaga dan berpeluang membuat dolar Australia turun lebih dalam.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tahun Lalu Jeblok 4%, Dolar Australia Turun Lagi di Awal 2022
