Masih Jadi Misteri, Data Ekonomi Positif Tapi IHSG Ambruk
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup ambruk pada perdagangan Senin (9/5/2022) kemarin, setelah sepekan lebih libur panjang Hari Raya Idul Fitri 1443 H.
Menurut data dari Bursa Efek Indonesia (BEI), indeks bursa saham acuan Tanah Air tersebut ditutup ambruk hingga 4,42% ke level 6.909,75. IHSG pun keluar dari level psikologis di 7.000.
Koreksi yang terjadi pada perdagangan kemarin merupakan koreksi terbesar sepanjang tahun 2022. Bahkan, koreksi IHSG pada perdagangan kemarin mirip dengan awal pandemi virus corona (Covid-19) silam, di mana IHSG juga nyaris terkena penghentian sementara atau trading halt.
Meski begitu, BEI) tidak melakukan trading halt, kemarin karena koreksi IHSG masih belum melebihi 5% atau masih di bawah 5%.
Bersamaan dengan koreksi yang tajam, asing juga melakukan penjualan bersih (net sell) jumbo senilai Rp 2,6 triliun di seluruh pasar.
Adapun nilai transaksi indeks pada kemarin mencapai sekitaran Rp 24 triliun dengan melibatkan 24 miliaran saham yang berpindah tangan sebanyak 1,7 juta kali. Sebanyak 163 saham menguat, 423 saham melemah, dan 114 saham stagnan.
Sementara itu di kawasan Asia-Pasifik, IHSG mencatatkan kinerja yang paling buruk diantara lainnya, di mana hanya IHSG yang terkoreksi lebih dari 4%. Sedangkan mayoritas bursa Asia-Pasifik mengalami koreksi di kisaran 1% hingga 2%.
Hanya indeks Shanghai Composite yang mampu bertahan di zona hijau meski hanya tipis-tipis saja, yakni ditutup naik tipis 0,09% ke level 3.004,14.
Anjloknya IHSG ditengarai karena faktor 'jet lag' setelah libur panjang. Di saat bursa saham domestik libur, berbagai sentimen global memicu pasar bergerak volatil.
Mulai dari perkembangan perang Rusia-Ukraina yang diwarnai dengan embargo minyak oleh Uni Eropa.
Kemudian juga dilanjutkan dengan pengetatan moneter oleh bank sentral Amerika Serikat (AS) atau Federal Reserve (The Fed) maupun bank sentral Inggris (Bank of England/BoE) dalam rangka untuk menjinakkan inflasi yang sudah mencapai level tertinggi dalam puluhan tahun.
Pada perdagangan akhir pekan lalu, bursa saham AS kembali 'kebakaran' di mana indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) turun 0,3%, S&P 500 terkoreksi 0,57%, dan Nasdaq Composite anjlok 1,4%. Nasdaq ditutup di posisi terendah sejak 2020.
Kekhawatiran investor akan semakin agresifnya The Fed juga berimbas pada pergerakan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS (US Treasury), di mana Treasury tenor 10 tahun kini sudah mencapai kisaran level 3%.
Yield Treasury yang terus tinggi akan membuat investor berbondong-bondong memborong surat utang pemerintahan Presiden Joseph 'Joe' Biden, karena yield-nya dinilai semakin kompetitif dan investor cenderung melepas aset berisiko seperti saham dan kripto.
(chd)