Top! Rupiah Menguat Tipis, Mampu Redam Amukan Dolar AS

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
09 May 2022 09:11
Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah ternyata masih cukup kuat pasca libur panjang Hari Raya Idul Fitri. Saat pasar keuangan Indonesia libur, dolar Amerika Serikat (AS) sedang kuat-kuatnya, sebab The Fed (bank sentral AS) sekali lagi menaikkan suku bunganya, bahkan dengan agresif. Tetapi nyatanya rupiah dibuka menguat tipis di awal perdagangan. Beberapa sentimen positif dari dalam negeri membuat rupiah mampu menjaga kinerjanya. 

Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat tipis 0,03% ke Rp 14.490/US$ dan bertahan di level tersebut hingga pukul 10:06 WIB. 

Sepanjang pekan lalu dolar AS mengamuk, indeksnya tercatat menguat 0,68%, bahkan pada perdagangan Jumat (6/5/2022) sempat menyentuh 104,061, tertinggi dalam 20 tahun terakhir.

Terus menanjaknya indeks dolar AS tersebut tidak lepas dari langkah The Fed (bank sentral AS) yang agresif menaikkan suku bunga. Pada Kamis (5/5/2022) dini hari waktu Indonesia, The Fed memutuskan menaikkan suku bunga acuan sebanyak 50 basis poin menjadi 0,75-1%. Ini bukan yang terakhir, karena pada akhir tahun pasar memperkirakan suku bunga acuan berada di rentang 3-3,25%.

fedFoto: CME FedWatch

Artinya, suku bunga kemungkinan akan dinaikkan 250 basis poin lagi. The Fed masih akan melakukan rapat kebijakan moneter 5 kali lagi, jika ekspetasi pasar tersebut terealisasi maka The Fed kemungkinan menaikkan suku bunga masing-masing 50 basis poin di setiap pertemuan.

Ekspektasi tersebut semakin kuat setelah rilis data tenaga kerja Amerika Serikat Jumat pekan lalu. US Bureau of Labor Statistics melaporkan, perekonomian AS menciptakan 428.000 lapangan kerja sepanjang April 2022. Lebih tinggi ketimbang bulan sebelumnya yang 391.000. Dengan demikian, sudah 12 bulan beruntun perekonomian AS membuka lebih dari 400.000 lapangan kerja.

Data tenaga kerja merupakan salah satu acuan The Fed dalam menetapkan kebijakan moneter. Indikator lainnya yakni inflasi, sudah sangat tinggi yang menjadi alasan Jerome Powell dan kolega agresif menaikkan suku bunga.

Tidak hanya menaikkan suku bunga acuan, The Fed juga sudah secara terang-terangan menyebut soal rencana normalisasi neraca (balance sheet). Saat pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19), The Fed memborong surat berharga senilai US$ 120 miliar per bulan. Tentu saja neraca The Fed menjadi 'gemuk' sehingga harus 'diet'.

Pembelian surat berharga selama pandemi membuat neraca The Fed bengkak menjadi US$ 9 triliun. Pada Juni, Juli, dan Agustus, neraca itu akan dikurangi masing-masing US$ 47,5 miliar per bulan. Mulai September, nilai pengurangannya menjadi US$ 90 miliar per bulan.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Pelaku Pasar Tunggu Data PDB dan Inflasi Indonesia 

Dari dalam negeri, data pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal I-2022 dan inflasi bulan April bisa menjadi penggerak rupiah.

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 13 institusi juga memperkirakan pertumbuhan ekonomi memperkirakan produk domestik bruto (PDB) Indonesia tumbuh 5,05% (year-on-year/yoy). Namun jika dilihat dari kuartal IV-2021, PDB diperkirakan terkontraksi 0,92%.

Sementara itu pada April 2022, inflasi secara tahunan diperkirakan menembus 3,4%. Level tersebut adalah yang tertinggi sejak April 2018 atau dalam empat tahun terakhir di mana pada saat itu tercatat 3,41%.

Sementara hasil polling Reuters menunjukkan inflasi inti akan tumbuh 2,61% (yoy) dari bulan Maret 2,37% (yoy).

Kenaikan inflasi inti tersebut bisa menjadi pertimbangan Bank Indonesia (BI) untuk menaikkan suku bunga. Dalam rapat kebijakan moneter April lalu, BI masih menyatakan bersabar untuk menaikkan suku bunga.

Gubernur BI Perry Warjiyo sekali lagi menegaskan kebijakan moneter tidak merespon administered prices atau harga yang ditentukan pemerintah. Hal ini terkait dengan kenaikan beberapa harga, seperti Pertamax yang ditentukan pemerintah.

Kebijakan tersebut tentunya membuat selisih (spread) suku bunga di Indonesia dengan Amerika Serikat AS menyempit yang bisa memberikan tekanan ke rupiah.

Messki demikian, ada kabar baik bagi rupiah. Lembaga pemeringkat internasional Standard & Poor's merevisi outlook atau prospek peringkat utang Indonesia dari negatif menjadi stabil, yaitu 'BBB/A-2'. Hal ini menyusul prospek ekonomi Indonesia yang semakin menjanjikan ke depan.

"Pada 27 April 2022, S&P Global Ratings merevisi prospek peringkat utang negara jangka panjang di Indonesia menjadi stabil dari negatif," tulis S&P dalam laporannya yang diterima CNBC Indonesia, Rabu (27/4/2022).

Prospek yang stabil mencerminkan ekspektasi S&P bahwa pemulihan ekonomi Indonesia akan berlanjut selama dua tahun ke depan.

Pemulihan ekonomi Indonesia terus berlanjut setelah hantaman berat dari pandemi Covid-19. Kini penyebaran kasus semakin rendah seiring dengan tingginya tingkat vaksinasi. Mobilitas masyarakat akhirnya turut pulih secara perlahan.

S&P memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia meningkat menjadi 5,1% pada 2022, dibandingkan 3,7% pada 2021. 

Kemudian pada Rabu (4/5/2022), S&P Global merilis data aktivitas manufaktur yang dicerminkan dengan Purchasing Managers' Index (PMI). Untuk periode April 2022, PMI manufaktur Indonesia ada di angka 51,9. Lebih tinggi dibandingkan dengan bulan Maret sebesar 51,3.

PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Jika di atas 50, maka artinya dunia usaha sedang dalam fase ekspansi.

Laju ekspansi manufaktur Indonesia lebih cepat pada bulan April ditopang oleh produksi dan permintaan baru yang bertumbuh akibat ekonomi yang membaik.

Jingyi Pan, Economics Associates Director S&P Global, menyebut tanda-tanda positif sektor manufaktur Indonesia karena perbaikan kondisi ekonomi terlihat dari kenaikan permintaan dan produksi yang lebih kuat.

Seiring dengan tingkat produksi yang bertumbuh, pembukaan lapangan kerja pun turut naik. Pada akhirnya mempengaruhi aktivitas pembelian karena meningkatnya daya beli.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular