Antiklimaks! Dolar Yang 'Sakti Mandraguna' Akhirnya Jeblok

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
05 May 2022 12:50
U.S. dollar and Euro banknotes are seen in this picture illustration taken May 3, 2018. REUTERS/Dado Ruvic/Illustration
Foto: REUTERS/Dado Ruvic/Illustration

Jakarta, CNBC Indonesia - Laju penguatan dolar Amerika Serikat (AS) akhirnya terhenti, bahkan jeblok pada perdagangan Rabu (4/5/2022). Padahal, bank sentral AS (The Fed), sesuai prediksi pelaku pasar, menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin (bps) menjadi 0,75%-1%.

Melansir data Refinitiv, indeks dolar AS kemarin jeblok hingga 0,85% dan berlanjut lagi turun 0,23% ke 102,352. Indeks yang mengukur kekuatan dolar AS ini makin menjauh dari level tertinggi 20 tahun 103,928 yang dicapai pada Kamis (28/5/2022) pekan lalu.

Akibat kemerosotan kemarin, beberapa mata uang Asia mampu menguat melawan dolar AS pada perdagangan Kamis (5/5/2022). Ringgit Malaysia yang kembali diperdagangkan usai libur Hari Raya Idulfitri langsung melesat 0,41% dan memimpin penguatan.

Berikut pergerakan mata uang utama Asia hingga pukul 12:17 WIB.



Jebloknya indeks dolar AS terjadi sebab ketua The Fed, Jerome Powell mengesampingkan kemungkinan kenaikan suku bunga sebesar 75 basis poin, dan pasar dari jauh-jauh hari sudah mengantisipasi kenaikan sebesar 50 basis poin. Artinya, pasar sudah price-in, dan dolar AS pun diterpa aksi profit taking sebab tidak ada kejutan dari bank sentral paling powerful di dunia ini.

"The Fed telah mengomunikasikan kebijakan mereka dengan baik, dan mereka benar-benar melakukannya. Ini adalah sebuah kebijakan besar, dan tidak menjadi kejutan di pasar. Jadi, ini adalah hal yang baik," kata Simona Mocuta, Kepala Ekonom State Street Global Advisors, seperti dikutip dari Reuters.

Tidak hanya menaikkan suku bunga acuan, The Fed juga sudah secara terang-terangan menyebut soal rencana normalisasi neraca (balance sheet). Saat pandemi virus Corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19), The Fed memborong surat berharga senilai US$ 120 miliar per bulan. Tentu saja neraca The Fed menjadi "gemuk" sehingga harus "diet".

Pembelian surat berharga selama pandemi membuat neraca The Fed bengkak menjadi US$ 9 triliun. Pada Juni, Juli, dan Agustus, neraca itu akan dikurangi masing-masing US$ 47,5 miliar per bulan. Mulai September, nilai pengurangannya menjadi US$ 90 miliar per bulan.

Pengurangan tersebut lebih sedikit dari prediksi pasar US$ 95 miliar per bulan, yang membuat dolar AS tambah tertekan.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ringgit Malaysia Jeblok, Terlemah 24 Tahun! Rupiah Aman?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular