
Rusia-China Biang Kerok 'Tsunami' Inflasi, Next Indonesia?

Jakarta, CNBC Indonesia - Perekonomian dunia saat ini sedang dilanda 'tsunami' inflasi. Di Amerika Serikat (AS) inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) di Amerika Serikat (AS) kini sudah menembus 8,5% (year-on-year/yoy) di bulan Maret, lebih tinggi dari bulan sebelumnya 7,9% (yoy).
Inflasi tersebut merupakan yang tertinggi dalam lebih dari 40 tahun terakhir, tepatnya sejak Desember 1981. Inflasi CPI inti tumbuh 6,5% (yoy) dari sebelumnya 6,4% (yoy). Inflasi berdasarkan personal consumption expenditure (PCE) juga berada di level tertinggi 4 dekade.
Negara-negara Eropa juga mengalami masalah yang sama. 'Tsunami' inflasi yang melanda negara Barat tersebut kini sudah sampai ke Timur.
Biro Statistik Australia (ABS) pada pekan lalu melaporkan inflasi CPI melesat ke level tertinggi dalam lebih dari 20 tahun terakhir.
Masalah inflasi sebenarnya sudah mulai muncul sejak tahun lalu, saat perekonomian dunia mulai pulih dari pandemi penyakit virus corona (Covid-19). Permintaan mengalami peningkatan, tetapi supply masih belum mampu mengimbangi, alhasil inflasi pun meninggi.
Kenaikan harga-harga tersebut semakin tak terkendali setelah Rusia menyerang Ukraina. Harga minyak mentah, gas alam, hingga batu bara semakin meroket. Alhasil, harga energi semakin tinggi yang mengakselerasi inflasi.
Tidak hanya energi, harga pangan juga mengalami lonjakan akibat krisis pupuk. Harga gas alam dan batu bara yang tinggi memaksa beberapa pembuat pupuk untuk memangkas produksi sehingga output yang dihasilkan minim.
Gabungan, Rusia dan Belarus menyumbang lebih dari 40% dari ekspor global kalium tahun lalu, salah satu dari tiga nutrisi penting yang digunakan untuk meningkatkan hasil panen, menurut Rabobank. Rusia sendiri menyumbang sekitar 22% dari ekspor global amonia, 14% dari ekspor urea dunia, dan sekitar 14% dari monoammonium fosfat (MAP). Semua merupakan jenis pupuk utama.
Rusia pun dikatakan sebagai biang kerok kenaikan inflasi saat ini. Tetapi sebelum Rusia, China dikatakan sebagai biang kerok 'tsunami' inflasi. Hal tersebut diungkapkan oleh analis dari Peterson Institute for International Economics.
Analis tersebut melihat pembatasan dan tarif yang dikenakan terhadap pupuk serta babi membuat harga pangan mulai menanjak. Bahkan, harga babi dikatakan sudah mulai naik sejak 2018. Saat itu China yang menghasilkan sekitar setengah dari pasokan babi dunia memusnahkan 40% ternaknya karena dilanda wabah besar demam babi Afrika.
Selain itu, China juga membuat harga baja meroket akibat pembatasan materialnya, kata analis tersebut.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Indonesia Bakal Jadi Biang Kerok 'Tsunami' Inflasi Juga?