Rupiah Ikut Jadi Korban Larangan Ekspor CPO

MAIKEL JEFRIANDO, CNBC Indonesia
Kamis, 28/04/2022 12:10 WIB
Foto: Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Larangan ekspor minyak kelapa sawit atau Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya mulai diberlakukan pada hari ini. Rupiah pun akhirnya terkena imbas.

Melansir data dari Refinitiv, Mata Uang Tanah Air di sesi awal perdagangan terkoreksi 0,1% di Rp 14.435/US$. Kemudian, rupiah melanjutkan koreksinya lebih dalam sebanyak 0,38% ke Rp 14.475/US$ pada pukul 11:00 WIB.


"Iya betul, dolarnya menguat lagi," ungkap Ekonom Bank Permata Josua Pardede kepada CNBC Indonesia, Kamis (28/4/2022).

Selain itu, pergerakan nilai tukar juga dipengaruhi oleh faktor global, yaitu ketegangan geopolitik antara Rusia dengan beberapa negara Eropa. Meski demikian, Josua meyakini pelemahan rupiah akan bersifat sementara.

"Iya rupiahnya melemah (sementara). Selain karena faktor export ban CPO ini tapi juga karena pelemahan Euro terhadap dolar yang karena Russia mau ban gas ke Polandia karena gak mau bayar pake ruble," terangnya.

Terkait dampak terhadap neraca perdagangan, Josua meyakini Mei 2022 Indonesia masih mencetak surplus. Selain ada cuti bersama lebaran, komoditas lain seperti batu bara masih memberikan konstribusi besar ke perekonomian.

"Pada bulan Mei 2022, dampak pelarangan ekspor CPO tidak akan signifikan karena mengingat ada libur lebaran sehingga aktivitas perdagangan internasional pun (baik ekspor dan impor) masih belum normal, sehingga perkiraan neraca dagang masih akan surplus meskipun menyusut jika dibandingkan bulan Maret dan April," papar Josua.

Sebelumnya, Catherine Tan, Analis Pasar Reuters, memperkirakan rupiah masih akan bertahan di atas Rp 14.400/US$. Di pasar Non-Deliverable Forwards (NDF), rupiah diperdagangkan di kisaran US$ 1.470-14.480/US$.

"Level support dolar AS ada di rentang Rp 14.400-14.380. Sementara level resistance ada di Rp 14.450-14.500," tulis Tan dalam risetnya.

Dari sisi eksternal, rupiah sulit melawan arus penguatan dolar AS. Dalam sepekan terakhir, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 2,55%. Dalam sebulan terakhir, kenaikannya nyaris 5%.

Tren penguatan dolar AS dipertegas penantian pasar terhadap rilis data pembacaan awal pertumbuhan ekonomi Negeri Adidaya periode kuartal I-2022. Seorang pejabat senior di pemerintahan AS mengungkapkan kepada Reuters bahwa pertumbuhan ekonomi mungkin akan lebih rendah dari perkiraan, tetapi masih bertahan di level tinggi.

Prospek ekonomi yang masih cerah ini membuat investor masih memburu aset-aset berbasis dolar AS. Akibatnya, kemungkinan rupiah akan sulit berbuat banyak.


(mij/mij)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Rupiah Belum Menguat Seperti Mata Uang Lain, Ini Kata Ekonom