Larangan Ekspor jadi Nyata, Harga CPO Malah Turun Tipis

Annisa Aflaha, CNBC Indonesia
28 April 2022 10:55
Pekerja membongkar buah sawit dari sebuah truk di sebuah pabrik kelapa sawit (CPO) di Salak Tinggi, di luar Kuala Lumpur 4 Agustus 2014. REUTERS / Samsul Said / File Photo
Foto: Pekerja membongkar buah sawit dari sebuah truk di sebuah pabrik kelapa sawit di Salak Tinggi, di luar Kuala Lumpur 4 Agustus 2014. REUTERS / Samsul Said / File Photo

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) turun di sesi pembukaan perdagangan pada hari ini, Kamis (27/4/2022), setelah pemerintah Indonesia memperluas larangan ekspor yang mencakup minyak sawit mentah (crude palm oil/ CPO), Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil (RBD Palm Oil), dan Refined, Bleached and Deodorized Palm Olein (RBD Palm Olein) dan Used Cooking Oil.

Padahal, harga CPO sempat menanjak selama 3 hari beruntun pada pekan ini.

Mengacu pada data kepada Refinitiv, pukul 08:20 WIB harga CPO dibanderol di level MYR 6.944/ton atau turun 0,62%.

Dengan begitu, harga CPO telah membukukan kenaikan 79,52% secara tahunan dan kenaikan 10% secara mingguan.

Wang Tao, Analis Komoditas Reuters, menilai harga CPO hari ini akan menguji titik resistance pada MYR 7.107/ton, jika harga CPO menembus di atas titik resistance maka dapat naik hingga kisaran MYR7.239-7.419/ton.

Namun, jika harga CPO menembus di bawah titik support yang berada di MYR6.914/ton, maka akan menyebabkan harga CPO anjlok ke MYR 6.758/ton.

CPO 28 AprilSumber: Refinitiv

Minyak sawit berjangka Malaysia melonjak ke level tertinggi selama tujuh pekan pada Rabu (27/4), didukung oleh kekhawatiran bahwa eksportir CPO terbesar di dunia yaitu Indonesia akan melarang ekspor RBD yang dimulai pada 28 April 2022.

Kontrak minyak sawit acuan Malaysia pengiriman Juli di Bursa Malaysia Derivatives Exchange kemarin berakhir di MYR 6.987/ton melonjak 587 ringgit dari hari sebelumnya.

Sebelumnya, pada Jumat (22/4), pemerintah Indonesia menetapkan larangan ekspor sementara ekspor minyak goreng dan bahan baku minyak goreng mulai Kamis, 28 April 2022 sampai waktu yang ditentukan kemudian.

Hal tersebut, sontak membuat pasar nabati dunia bergejolak hingga mengerek harga CPO melonjak selama tiga hari beruntun.

Kemudian, pada 25 April 2022, Plt Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan) mengeluarkan Surat Edaran mengimbau tidak ada penetapan harga sepihak di luar ketentuan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No 1/2018 dan menyebutkan bahwa CPO tidak termasuk yang akan dilarang ekspornya.

Namun, pada Rabu malam tadi (27/4), pemerintah Indonesia kembali mengumumkan pernyataan yang berbeda.

"Sesuai dengan arahan Presiden dan memperhatikan pandangan dan tanggapan dari masyarakat, agar tidak menjadi perbedaan interpretasi maka kebijakan pelarangan ekspor didetailkan berlaku untuk semua produk CPO, RPO, POME, RBD Palm Olein, dan Used Cooking Oil," kata Airlangga dalam keterangan pers virtual melalui akun Youtube Kemenko Perekonomian.

"Pelarangan ekspor ini berlaku mulai 28 April 2022 pukul 00.00 WIB dengan jangka waktu pelarangan adalah sampai dengan tersedianya minyak goreng curah di masyarakat dengan harga Rp14.000,00 per liter yang merata di seluruh wilayah Indonesia," lanjut Airlangga.

Kebijakan pemerintah Indonesia tersebut menambah daftar sentimen negatif pada pasar nabati. Pasalnya, larangan itu datang pada saat ekspor semua minyak utama lainnya secara global di bawah tekanan.

Ekspor minyak alternatif seperti minyak biji bunga matahari terhambat karena perang antara Rusia dan Ukraina tidak kunjung mereda, akibatnya ekspor minyak biji bunga matahari terhenti di Laut Hitam, Ukraina.

Sementara, cuaca kekeringan yang melanda Amerika Selatan menghambat produksi minyak kedelai dan membuat ketersediaannya terbatas di pasar nabati.

Tidak hanya itu, Malaysia yang merupakan produsen CPO terbesar kedua setelah Indonesia, sedang mengalami krisis tenaga kerja asing karena mereka bergantung pada 80% tenaga kerja asing untuk memproduksi CPO.

Selain itu, Diler Surveyor Kargo Societe Generale de Surveillance melaporkan ekspor CPO Malaysia periode 1-25 April turun 12,9% menjadi 897.683 ton dari 1.030.943 ton pada periode 1-25 Maret.

Apabila ekspor CPO Indonesia dilarang, siapa saja yang untung dan buntung? simak dihalaman berikutnya

Indonesia adalah produsen, eksportir dan konsumen utama minyak sawit, menyumbang sekitar 60% dari total pasokan. Sementara itu, Malaysia adalah pemasok terbesar kedua dengan sekitar 25% dari pangsa pasokan global.

India merupakan importir utama minyak sawit, sementara China, Pakistan, Bangladesh, Mesir dan Kenya adalah pembeli utama lainnya.

"Keputusan Indonesia tidak hanya memprengaruhi ketersediaan minyak sawit, tapi juga minyak nabati di seluruh dunia. Jika menghitungnya, setiap bulan tanpa ekspor Indonesia sama dengan mengambil 3% dari total ekspor minyak nabati dunia,' tambah Fry dikutip dari Reuters.

Indonesia biasanya memasok hampir setengah dari total impor minyak sawit India, sementara Pakistan dan Bangladesh mengimpor hampir 80 persen minyak sawit mereka dari Indonesia.

Ketua Asosiasi Penyulingan Minyak Goreng Pakistan Rasheed Jan Mohd mengatakan bahwa setiap negara akan menderita karena hilangnya minyak sawit Indonesia. Namun, Malaysia akan diuntungkan karena sebagian besar importir minyak sawit akan mengalihkan permintaan dari Indonesia ke Malaysia.

Pada Minggu (25/4), Menteri Industri dan Komoditas Perkebunan Malaysia Zuraida Kamaruddin mengatakan kepada media lokal bahwa Malaysia "siap dan mampu" untuk memasok komoditas. Malaysia memperkirakan bahwa produksi CPO Malaysia akan meningkat karena pekerja asing diperkirakan akan kembali setelah pembukaan kembali perbatasan. Malaysia News hari ini telah melaporkan bahwa Indeks Perkebunan Bursa Malaysia naik 1,6%.

Namun, secara terpisah, Wakil Menteri Industri Perkebunan dan Komoditas Malaysia, Wee Jeck Seng mengatakan bahwa lonjakan produksi akan tetap membutuhkan waktu untuk diterapkan. Sehingga, ketidakseimbangan dalam permintaan dan penawaran akan membuat harga minyak sawit dan minyak pesaing lainnya melonjak.

Lalu, seberapa banyak kontribusi ekspor CPO bagi ekonomi Indonesia?

Melansir situs resmi Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Direktur Esksekutif GAPKI, Muktri Sardjono mengungkapkan bahwa peranan sawit sangatlah penting dalam perdagangan ekspor Indonesia.

Ekspor sawit dan produk turunannya mencapai US$35,5 miliar sepanjang 2021 yang menempatkannya sebagai penghasil devisa.

Melansir Refinitiv, setiap bulannya pendapatan negara dari ekspor CPO tahun 2021 dan turunannya mencapai US$ 3 miliar, artinya jika ekspor CPO dan produk RBD dan turunannya disetop maka pendapatan negara yang hilang sebesar lebih dari US$ 210 juta atau Rp 3 triliun untuk produk CPO dan US$ 1,2 miliar atau lebih dari Rp 17 triliun untuk produk RDB (kurs Rp 14.400/US$). Jika di totalkan, artinya Indonesia akan merugi sebanyak Rp 20 triliun.

Indonesia ekspor 2021Sumber Refinitiv

Bahkan pada pekan lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) Margo Yuwono juga telah mengumumkan adanya surplus pada neraca perdagangan Indonesia senilai US$4,53 miliar yang ditopang oleh kinerja ekspor yang tumbuh lebih tinggi sebesar 44,36% (yoy) dibandingkan impor yang tumbuh 30,85% (yoy).

Pada Januari-Februari 2022, ekspor CPO telah menyumbang US$4,05 miliar atau 10,73% terhadap total ekspor non-migas.

Apabila ekspor CPO diberhentikan, maka kemungkinan pendapatan pada neraca perdagangan Indonesia akan berkurang pada bulan selanjutnya. Tidak hanya itu, harga minyak nabati global akan terancam melonjak karena persediaan CPO, minyak biji bunga matahari dan minyak kedelai terbatas ketersediaanya.

 

TIM RISET CNBC INDONESIA

 

 

 

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular