
'Tsunami' Inflasi Sampai di Australia, Dolarnya Apa Kabar?

Jakarta, CNBC Indonesia - Inflasi tinggi yang melanda berbagai negara akhirnya sampai di Australia. Biro Statistik Australia (ABS) hari ini melaporkan inflasi melesat ke level tertinggi dalam lebih dari 20 tahun terakhir. Yang menarik, meski sudah dilanda 'tsunami' inflasi, dolar Australia masih tertahan di dekat level terendah dalam 2 bulan terakhir.
Pada perdagangan Rabu (27/4/2022) pukul 9:48 WIB, dolar Australia diperdagangkan di kisaran Rp 10.305/AU$, menguat 0,43% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Penguatan tersebut memang cukup tajam, tetapi jauh lebih rendah dari kemerosotan lebih dari 1% kemarin yang membawanya menyentuh level terendah 2 bulan di Rp 10261/AU$.
ABS hari ini melaporkan inflasi di kuartal I-2022 melesat 5,1% dibandingkan periode yang sama tahun lalu (year-on-year/yoy). ABS melaporkan kenaikan bahan bakar minyak dan konstruksi perumahan.
Head of Prices Statistic ABS, Michelle Marquardt mengatakan kenaikan tersebut menjadi yang terbesar sejak tahun 2000. Kala itu pemerintah menaikkan pajak barang dan jasa.
Dilihat dari kuartal IV-2021, inflasi di Australia melesat 2,1%. Sementara itu inflasi inti tumbuh 3,7% (yoy) jauh lebih tinggi dari estimasi Reuters sebesar 3,4%.
Inflasi tersebut sudah jauh lebih tinggi dari target bank sentral Australia (Reserve Bank of Australia/RBA) sebesar 2% - 3%. Sehingga, suku bunga yang saat ini berada di rekor terendah 0,1% kemungkinan akan dinaikkan dalam waktu dekat.
Para analis melihat pun melihat RBA akan agresif dalam menaikkan suku bunga di tahun ini. Beberapa bank besar masih mempertahankan proyeksi kenaikan suku bunga pertama akan dilakukan di bulan Juni, dan akan menjadi kenaikan suku bunga pertama dalam 10 tahun terakhir.
Analis dari Westpac Bank, Sean Callow menyarankan strategi buy on dip (beli saat harga turun) pada dolar Australia melihat kemungkinan RBA bertindak agresif.
Di awal bulan ini Gubernur RBA, Philip Lowe yang membuka peluang kenaikan suku bunga dalam waktu dekat yang membuat kurs dolar Australia melesat dan nyaris menyentuh Rp 11.000/AU$. Tetapi setelahnya justru terus merosot.
"RBA membuat dolar Australia melesat ke level tertinggi sejak Juni 2021, tetapi kemudian berbalik arah. Kuatnya dolar AS akan membatasi dolar Australia, tetapi untuk beberapa pekan ke depan kami masih buy on dip, puncak dolar Australia masih belum dicapai," kata Callow sebagaimana dilansir Poundsterling Live, Jumat (8/4/202).
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Suku Bunga Makin Tinggi, Hidup Warga Australia Makin Susah!
