Sukses 'Balas Dendam', Rupiah Jadi Juara di Asia!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
26 April 2022 15:33
Uang Edisi Khusus Kemerdekaan RI ke 75 (Tangkapan Layar Youtube Bank Indonesia)
Foto: Uang Edisi Khusus Kemerdekaan RI ke 75 (Tangkapan Layar Youtube Bank Indonesia)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah sukses menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa (26/4/2022), setelah terpuruk awal pekan kemarin. Tidak sekedar menguat, rupiah juga menjadi yang terbaik di Asia.

Melansir data Refintiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,14% ke Rp 14.435/US$. Apresiasi rupiah bertambah menjadi 0,46% ke Rp 14.388/US$.
Di penutupan perdagangan rupiah berada di Rp 14.410/US$, menguat 0,31% di pasar spot.

Dibandingkan dengan mata uang Asia lainnya penguatan rupiah yang paling besar. Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang Asia hingga pukul 15:07 WIB.

Penguatan rupiah bahkan terjadi saat indeks dolar AS terus menanjak. Kemarin, indeks dolar AS melesat 0,5%, dan sore ini lanjut lagi 0,2% ke 101,943 yang merupakan level tertinggi sejak Maret 2020 lalu.

Ekspektasi The Fed akan menaikkan suku bunga yang sangat agresif terus membuat indeks dolar AS menanjak.

Pasar melihat The Fed bulan depan akan menaikkan suku bunga 50 basis poin, bahkan di bulan Juni diperkirakan lebih tinggi lagi. Hal tersebut terlihat di perangkat FedWatch milik CME Group, di mana ada probabilitas sebesar 75% The Fed akan menaikkan suku bunga 75 basis poin menjadi 1,5% - 1,75% di bulan Juni.

Di sisi lain, agresifnya The Fed menaikkan suku bunga memunculkan risiko pelambatan ekonomi di Amerika Serikat.


Sementara di China, risiko pelambatan ekonomi terjadi akibat lonjakan kasus Covid-19.

China sudah melakukan karantina (lockdown) di beberapa wilayah, termasuk ibukota Shanghai. Tetapi nyatanya kasus Covid-19 malah terus bertambah.

Alhasil, muncul kecemasan akan terjadinya lockdown secara nasional. Ibu kota Beijing bahkan dilanda panic buying.

Mengutip Channel News Asia (CNA) yang mengutip kantor berita AFP, antrean dan penumpukan warga mulai terlihat di beberapa supermarket pada Minggu, (24/4/2022) dan Senin. Selain di supermarket, ditemukan juga banyak barang terjual habis di aplikasi pengiriman bahan makanan.

Jika benar China melalukan lockdown nasional maka perekonomian bisa dipastikan akan melambat.

Amerika Serikat dan China, dua raksasa ekonomi dunia terancam mengalami pelambatan ekonomi, pelaku pasar kembali masuk ke obligasi yang merupakan aset aman (safe haven).

Yield obligasi AS (Treasury) pun menurun, tenor 10 tahun pada perdagangan Senin turun 8,66 basis poin, dan hari ini juga masih turun tipis.

Penurunan tersebut tentunya bisa meredakan tekanan yang dialami SBN dalam beberapa pekan terakhir. Ada peluang aliran modal asing kembali masuk ke dalam negeri yang bisa membuat SBN menguat. Pada hari ini SBN tenor 10 tahun mengalami penguatan, terlihat dari yield-nya yang turun 1,9 basis poin.

Rupiah juga akan mendapat tenaga untuk menghadapi dolar AS jika terjadi capital inflow di pasar obligasi.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Dari China Bakal Hadang Rupiah ke Bawah Rp 15.000/US$?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular