Indeks Dolar AS Sedang Turun, Rupiah Kok Ikutan Lemah?
Jakarta, CNBC Indonesia - Pengumuman kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) membuat rupiah berjaya Selasa kemarin. Namun, pada perdagangan Rabu (20/4/2022) rupiah berbalik melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS). Padahal indeks dolar AS sore ini sedang terkoreksi turun 0,2% ke 100,77.
Sejak perdagangan dibuka, rupiah sudah melemah 0,03% ke Rp 14.340/US$ dan tertahan di zona merah sepanjang perdagangan. Rupiah sempat melemah hingga 0,17% sebelum mengakhiri perdagangan di Rp 14.355/US$, melemah 0,14% di pasar spot, melansir data Refinitiv.
Rupiah kemarin mampu mencatat penguatan meski BI kembali mempertahankan suku bunga acuannya.
"Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 16-17 Maret 2022 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 3,5%, suku bunga Deposit Facility sebesar 2,75%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,25%," ungkap Perry Warjiyo, Gubernur BI, dalam jumpa pers usai RDG, Selasa (19/4/2022).
Perry bahkan sekali lagi menegaskan akan bersabar untuk menaikkan suku bunga. Ia sekali lagi menegaskan kebijakan moneter tidak merespon administered prices atau harga yang ditentukan pemerintah. Hal ini terkait dengan kenaikan beberapa harga, seperti Pertamax yang ditentukan pemerintah.
Yang direspon oleh BI adalah dampak second round yang terlihat dari inflasi inti. BI juga menyatakan terus berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan.
"Esensinya sabar, menunggu koordinasi lebih lanjut, pada waktunya kami akan menjelaskan, komitmen kami menjaga stabilitas, mendorong pertumbuhan ekonomi," kata Perry.
Selain itu, Untuk 2022 BI memperkirakan transaksi berjalan (current account) kembali defisit di kisaran 0,5-1,3% dari PDB. Lebih landai ketimbang perkiraan sebelumnya yakni 1,1-1,9 PDB%.
Perubahan proyeksi tersebut menjadi kabar bagus, sebab transaksi berjalan merupakan faktor penting yang mempengaruhi pergerakan rupiah.
"Defisit transaksi berjalan diperkirakan rendah didukung oleh surplus neraca perdagangan sebesar US$ 9,3 miliar. Perkembangan ini didukung surplus neraca perdagangan non-migas sejalan dengan tingginya ekspor karena harga komoditas global, di tengah meningkatnya defisit neraca migas," papar Perry
Meski demikian, ada kabar kurang sedap, BI memperkirakan ekonomi nasional pada 2022 tumbuh lebih rendah dari proyeksi sebelumnya. Perkiraan BI kini adalah 4,5-5,3% dari yang sebelumnya 4,7-5,5%.
Selain BI, Bank Dunia memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,6-5,1% untuk tahun ini. Proyeksi yang lebih rendah disebabkan dampak perang Rusia-Ukraina yang membuat inflasi melonjak. Pemangkasan proyeksi juga mempertimbangkan naiknya ketidakpastian global serta terganggunya rantai pasok global.
Sementara itu, Dana Moneter Internasional (IMF) memangkas pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk tahun 2022 dari 5,6% menjadi 5,4% pada 22 Maret 2022 lalu karena adanya ancaman downside risk dari varian baru Covid-19 serta pengetatan kebijakan moneter.
IMF juga merevisi proyeksi inflasi Indonesia menjadi 4% pada akhir 2022 dari sebelumnya 3,5% sebagai imbas meletusnya perang Rusia-Ukraina.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Spekulan Terus 'Buang' Dolar AS
(pap/pap)