Pasokan Nikel Menipis, Ini Sederet Emiten yang Dapat 'Berkah'
Jakarta, CNBC Indonesia - Perang antara Rusia dengan Ukraina berdampak pada kenaikan harga nikel global. Harga nikel acuan dunia di London Metal Exchange (LME) terpantau sudah naik 60% sepanjang 2022.
Sebenarnya harga nikel sudah mulai merangkak sejak awal Januari 2022. Namun perang Rusia-Ukraina yang berkecamuk dan mencapai titik tegangnya pada bulan Maret 2022 turut membuat harga logam yang satu ini melesat ke level US$ 48.084/ton pada 9 Maret lalu.
Seperti yang diketahui bersama, Rusia merupakan negara terbesar ketiga dalam hal produksi nikel di dunia dengan produksi mencapai 250.000 ton per tahunnya secara rata-rata.
Adanya perang yang berkecamuk di negara Eropa Timur memicu kekhawatiran di pasar bahwa pasokan nikel global akan semakin tipis karena gangguan produksi di Rusia.
Indonesia sebagai negara produsen nikel terbesar di dunia dengan produksi diestimasikan tembus 1 juta ton pada 2021 seperti mendapat 'berkah' dari gejolak geopolitik yang terjadi.
Kenaikan harga nikel dunia juga turut menjadi katalis positif bagi pergerakan harga saham emiten yang memiliki portofolio bisnis tambang atau pengolahan nikel.
Setidaknya dalam satu bulan terakhir, rata-rata harga saham emiten nikel berhasil melonjak 18,03%. Kenaikan tertinggi harga saham nikel dicatatkan oleh PT Vale Indonesia Tbk (INCO).
Nilai kapitalisasi pasar INCO berhasil melesat 50,87% dalam periode sebulan terakhir dan mengungguli kinerja harga saham lain.
Di posisi kedua ada saham PT Harum Energy Tbk (HRUM) yang naik 26,15% setelah resmi melebarkan sayap ke bisnis nikel lewat pembelian saham Nickel Mines dan mengempit saham perusahaan smelter nikel Infei Metal Industri sebesar 39,2% lewat anak usahanya PT Tanito Harum Nickel tahun lalu.
Berikut adalah kinerja harga saham-saham emiten yang memiliki portofolio bisnis nikel sepanjang tahun 2022.
Saham | 1D | 1W | 1M | 3M | YTD |
INCO | 4.52% | 18.84% | 50.87% | 98.06% | 85.36% |
TINS | -1.95% | 8.06% | 21.45% | 59.52% | 38.14% |
NIKL | -1.60% | 0.00% | -0.54% | -3.14% | -5.13% |
DKFT | -3.11% | 13.04% | 13.87% | 30.00% | 27.87% |
HRUM | -2.31% | 8.27% | 26.15% | 18.53% | 33.17% |
NICL | -1.33% | 0.00% | -6.33% | 7.25% | 7.25% |
ANTM | -1.72% | 8.37% | 20.76% | 47.29% | 26.67% |
Average | -1.07% | 8.08% | 18.03% | 36.79% | 30.48% |
Bagaimanapun juga, kalau berbicara soal produksi, INCO merupakan produsen terbesar di Tanah Air dengan total produksi rata-rata per tahun mencapai 75.000 ton.
Di tahun 2020, produksi nikel INCO mencapai 72.237 ton. Namun pada 2021 produksi nikel INCO turun 9,5% menjadi 65.388 ton.
"Kami mencapai produksi tahunan yang lebih tinggi dari yang kami targetkan sebelumnya karena kami menunda pelaksanaan rekondisi tungku 4 kami dari November hingga Desember tahun ini," kata Febriany Eddy, CEO dan Presiden Direktur Perseroan, sebagaimana dikutip CNBC Indonesia dari rilis resmi perseroan.
Sebagai produsen nikel terbesar di Indonesia wajar saja jika harga sahamnya melesat paling tinggi ketika harga komoditas nikel global melonjak.
Di Indonesia, nikel layaknya 'emas baru'. Sebagai negara dengan cadangan nikel terbesar di dunia dan melihat nilai ekonomi nikel yang tinggi, pemerintah terus berupaya mendorong hilirisasi industri nikel Tanah Air.
Dalam jangka menengah ke panjang, pemerintah memiliki komitmen untuk menjadi pemain nikel terutama yang menyuplai bahan baku untuk baterai mobil listrik.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(trp/vap)