Bursa Asia Mixed, Nikkei-Shanghai Naik Tapi IHSG-STI Loyo

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
Kamis, 14/04/2022 16:55 WIB
Foto: Pria melihat papan kutipan saham di luar broker di Tokyo, Jepang, 5 Desember 2018. REUTERS / Issei Kato

Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa Asia-Pasifik ditutup menghijau pada perdagangan Kamis (14/4/2022), di mana pasar saham Jepang dan China memimpin penguatan di tengah masih menanjaknya inflasi global.

Indeks Nikkei Jepang dan Shanghai Composite China ditutup melesat 1,22% ke level masing-masing 27.172 (Nikkei) dan 3.225,64 (Shanghai).

Sedangkan indeks Hang Seng Hong Kong ditutup menguat 0,67% ke level 21.518,08, ASX 200 Australia bertambah 0,59% ke 7.523,4, dan KOSPI Korea Selatan naik tipis 0,01% ke posisi 2.716,71.


Sementara untuk indeks Straits Times Singapura ditutup turun 0,19% ke level 3.335,85 dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir melemah 0,38% ke posisi 7.235,53.

Dari China, pemerintah mengatakan bahwa pemotongan rasio persyaratan cadangan akan digunakan di saat waktu yang tepat untuk meningkatkan kapasitas input kredit bank. Hal ini dikutip dari rincian pertemuan eksekutif Dewan Negara yang dipimpin oleh Perdana Menteri, Li Keqiang.

Perkembangan itu terjadi ketika China dalam beberapa pekan terakhir masih memerangi wabah virus corona (Covid-19) paling parah di China daratan sejak fase awal pandemi pada awal 2020.

Di lain sisi, pasar saham Singapura dan Korea Selatan sedikit terpengaruh dari kebijakan moneter terbaru masing-masing negara, di mana keduanya mengindikasikan adanya pengetatan kebijakan moneter untuk memerangi inflasi yang meninggi.

Dari Korea Selatan, bank sentral (Bank of Korea/BoK) memutuskan untuk kembali menaikkan suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin ke level 1,5%, dalam keputusan pertama dewan tanpa adanya gubernur.

Kenaikan suku bunga BoK ini lebih tinggi dari konsensus ekonom dalam polling Reuters yang memperkirakan BoK akan menaikkannya ke level 1,25%.

Kenaikan suku bunga bank sentral Negeri Ginseng menyoroti rasa urgensi di antara pembuat kebijakan untuk mengatasi inflasi setelah BoK pada pekan lalu memperingatkan kemungkinan inflasi akan tetap dalam kisaran 4% di masa mendatang.

Sementara dari Singapura, Otoritas Moneter (Monetary Authority of Singapore/MAS) pada hari ini juga mengumumkan pengetatan kebijakan moneter yang ketiga dalam enam bulan terakhir.

Sesuai dengan ekspektasi pelaku pasar, MAS hari ini mengumumkan mengubah titik tengah (centre) menjadi lebih tinggi, dan sedikit menaikkan slope.

Untuk diketahui, di Singapura, tidak ada suku bunga acuan, kebijakannya menggunakan S$NEER (Singapore dollar nominal effective exchange rate), yang terdiri dari kemiringan (slope), lebar (width) dan titik tengah (centre).

Kebijakan moneter, apakah itu longgar atau ketat, dilakukan dengan cara menetapkan kisaran nilai dan nilai tengah dolar Singapura terhadap mata uang negara mitra dagang utama. Kisaran maupun nilai tengah itu tidak diumbar kepada publik.

Sebelumnya MAS sudah menaikkan slope sebanyak dua kali pada Oktober 2021 dan Januari tahun ini. Slope berfungsi membuat penguatan/penurunan dolar Singapura lebih cepat/lambat. Ketika slope dinaikkan, maka dolar Singapura bisa menguat lebih cepat, begitu juga sebaliknya.

Namun, sebagian besar pelaku pasar di Asia-Pasifik cenderung optimis pada hari ini, meski inflasi di Amerika Serikat (AS) kembali melonjak pada Maret lalu.

Sebelumnya pada Selasa lalu waktu AS, Departemen Ketenagakerjaan AS melaporkan laju inflasi dari sisi konsumen (Indeks Harga Konsumen/IHK) pada Maret 2022 mencapai 8,5% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy).

Angka ini lebih tinggi dari konsensus pasar yang dihimpun Reuters dengan perkiraan 8,4% sekaligus jadi rekor tertinggi sejak Desember 1981.

Sedangkan inflasi dari sisi produsen (Producer Price Index/PPI) AS pada Maret lalu melompat 11,2% secara tahunan (yoy).

Data IHK dan PPI AS yang naik semakin memperkuat keyakinan pasar bahwa bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) bakal mendongkrak suku bunga acuan lebih cepat.

Konsensus pasar yang dihimpun Reuters memperkirakan The Fed bakal mendongkrak Federal Funds Rate sebanyak 2,5 poin persentase pada tahun ini. Jika terwujud, maka akan menjadi yang pertama sejak 1994.

Meski begitu, ada spekulasi bahwa inflasi Negeri Paman Sam sudah mencapai titik tertingginya dan berangsur bakal melemah.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/vap)
Saksikan video di bawah ini:

Video: IHSG Menguat, Pasar Modal RI Masih Jadi Pilihan Investor