
Dolar AS "Dibuang", Rupiah Kini "Disayang"

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah masih belum banyak bergerak di pekan ini, bahkan dalam beberapa minggu terakhir. Padahal dolar Amerika Serikat (AS) sedang ditopang ekspektasi kenaikan suku bunga yang agresif di tahun ini, tetapi belum mampu membuat rupiah tumbang.
Rabu kemarin, rupiah hanya melemah tipis 0,01% ke Rp 14.362/US$, dan pada perdagangan hari ini Kamis (14/4/2022) pergerakan rupiah masih akan tipis-tipis lagi.
Meski bank sentral AS (The Fed) akan agresif menaikkan suku bunga di tahun ini, tidak serta merta membuat pelaku pasar memborong dolar AS. Bahkan, dolar AS justru "dibuang", terlihat dari posisi spekulatif yang menurun drastis.
Data Commodity Futures Trading Commission (CFTC) yang dirilis Jumat pekan lalu menunjukkan pada pekan yang berakhir 5 April posisi beli bersih (net long) dolar AS mengalami penurunan nyaris US$ 2 miliar menjadi US$ 14,13 miliar.
Penurunan tersebut merupakan yang pertama setelah naik selama 5 pekan.
Posisi spekulatif tersebut merupakan dolar AS melawan yen Jepang, euro, poundsterling, franc, dolar Kanada serta dolar Australia.
Berkurangnya posisi spekulatif tersebut menjadi indikasi meski The Fed akan agresif menaikkan suku bunga, tetapi sebagian pelaku pasar melihat dolar AS tidak akan menguat terlalu jauh.
Jika net long dolar AS menurun, posisi spekulatif rupiah justru berbalik dari jual menjadi beli. Hal tersebut terlihat dari survei dua mingguan yang dilakukan Reuters.
Survei tersebut menggunakan skala -3 sampai 3, angka negatif berarti pelaku pasar mengambil posisi beli (long) mata uang Asia dan jual (short) dolar AS. Semakin mendekati -3 artinya posisi long yang diambil semakin besar.
Sementara angka positif berarti short mata uang Asia dan long dolar AS, dan semakin mendekati angka 3, semakin besar posisi short mata uang Asia.
Survei terbaru yang dirilis hari ini Kamis (7/4/2022) menunjukkan angka untuk rupiah -0,04 membaik dari dua pekan lalu 0,04. Rupiah mulai "disayang" lagi.
Dengan spekulan kembali long terhadap rupiah dan net long dolar AS berkurang, Mata Uang Garuda tentunya memiliki peluang untuk menguat ke depannya.
Secara teknikal, belum ada perubahan level-level yang harus diperhatikan. Rupiah yang disimbolkan USD/IDR kini berada di atas rerata pergerakan 50 hari (Moving Average 50/MA 50) 100 dan 200. Ketiga MA tersebut bergerak mendatar, yang menjadi indikasi rupiah bergerak sideways, apalagi sejak awal tahun membentuk pola Rectangle.
Batas bawah pola Rectangle berada di kisaran Rp 14.240/US$ dan batas atas di kisaran Rp 14.400/US$. Untuk melihat kemana arah rupiah dalam jangka menengah salah satu level tersebut harus ditembus.
![]() Foto: Refinitiv |
Indikator Stochastic pada grafik harian bergerak turun dari wilayah overbought.
Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.
Stochastic pada grafik 1 jam untuk melihat pergerakan harian bergerak naik dan berada di dekar level 50.
![]() Foto: Refinitiv |
Resisten terdekat di kisaran Rp 14.370/US$, jika ditembus rupiah berisiko melemah ke Rp 14.400/US$ yang merupakan batas atas pola rectangle. Penembusan konsisten ke atas level tersebut berisiko membawa rupiah melemah lebih jauh ke Rp 14.430/US$ hingga Rp 14.450/US$
Sementara selama bertahan di bawah resisten, rupiah berpeluang menguat ke Rp 14.340/US$ hingga Rp 14.320/US$. Di pekan ini rupiah berpeluang menguat ke 13.300/US$ hingga Rp 14.280/US$ jika mampu menembus konsisten ke bawah Rp 14.320/US$.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Dari China Bakal Hadang Rupiah ke Bawah Rp 15.000/US$?
