Jadi Ini yang Bikin RI Batal Ngutang Rp 100 Triliun...

Hidayat Setiaji & Maesaroh, CNBC Indonesia
13 April 2022 14:10
Ilustrasi Investasi (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi Investasi (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Hingga bulan kedua 2022, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) masih membukukan surplus. Hal ini membantu pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam upaya menekan defisit anggaran untuk kembali ke bawah 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB) tahun depan.

Per akhir Februari 2022, penerimaan negara tercatat Rp 302,42 triliun. Dibandingkan Januari-Februari 2021, naik 37,73%.

Sementara belanja negara ada di Rp 282,71 triliun. Tumbuh, tetapi tidak secepat penerimaan yakni 10,42% dibandingkan dua bulan pertama 2021.

Dengan demikian, APBN 2022 memiliki surplus Rp 19,71 triliun. Terhadap PDB, rasionya adalah 0,11%.

Dihadapkan pada kondisi anggaran yang sehat, pemerintah pun sepertinya tidak terlalu ngoyo untuk berutang untuk membiayai APBN. Hingga akhir Februari, realisasi pembiayaan utang baru 9,5% dari target APBN atau Rp 92,91 triliun.

Dalam beberapa kali lelang Surat Utang Negara (SUN), pemerintah pun tidak memenangkan terlalu banyak. Jumlah yang diserap lebih rendah dari target indikatif menjadi pemandangan yang biasa.

Halaman Selanjutnya --> Pemerintah Juga Pakai Sisa Anggaran Tahun Lalu

Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan, mengungkapkan bahwa pemerintah sudah berhemat sekira Rp 100 triliun dari pengurangan penerbitan obligasi. Ini karena pemerintah memilih sumber lain untuk membiayai anggaran, bukan dari utang.

Selain dari surplus anggaran, Sri Mulyani menyebut pemerintah akan menggunakan dana Sisa Anggaran Lebih (SAL) tahun lalu. "Dengan SAL tahun lalu kita mampu melakukan optimalisasi dengan potensi mengurangi defisit," ujarnya dalam jumpa pers Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK), Rabu (13/4/2022).

Sri Mulyani menambahkan, pengurangan penerbitan obligasi juga bisa menghindarkan pemerintah selaku penerbit (issuer) dari risiko pasar. Saat ini pasar keuangan dunia sedang sangat tidak pasti karena perang Rusia-Ukraina dan normalisasi kebijakan moneter berbagai bank sentral.

"Kita melihat risiko global akibat normalisasi kebijakan moneter dan juga terjadi perang di Ukraina yang semua akan berpotensi menekan SBN dari yield dan demand-nya. Oleh karena itu, kita akan kurangi issuance," sebutnya.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(aji/aji)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sri Mulyani: Kita Hemat Bayar Bunga Utang Rp 29 T/Tahun

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular