IHSG Rekor Melulu, Apa Iya Valuasinya Masih Terdiskon?

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sukses menorehkan prestasi di sepanjang tahun 2022. Secara year to date indeks saham acuan nasional tersebut memberikan return sebesar 9,46%.
Bahkan pada perdagangan kemarin, IHSG sempat kembali mencetak rekor dan menembus level tertinggi sepanjang sejarahnya alias All Time High di level 7.355,30.
Dengan return dari capital gain tersebut, IHSG menjadi indeks saham dengan cuan terbesar di kawasan Asia Pasifik baik dibandingkan dengan bursa saham negara-negara berkembang maupun negara maju.
IHSG memang cenderung uptrend dan berulangkali mencetak rekor tertinggi (All Time High) barunya. Kenaikan IHSG justru terjadi ketika kondisi ekonomi dan keuangan global diwarnai dengan berbagai ancaman.
Perang Rusia dan Ukraina yang diperkirakan bakal memakan waktu lama bisa sampai tahunan dapat memicu kembali terjadinya gangguan pasokan terutama di pasar komoditas energi dan pangan.
Alhasil harga komoditas kebutuhan pokok tersebut melesat. Tingginya harga komoditas seperti minyak, batu bara, gas, CPO, logam dasar hingga gandum dan kedelai tentu akan menyebabkan kenaikan inflasi.
Di sepanjang 2021, inflasi telah menjadi permasalahan besar negara-negara maju maupun berkembang. Kenaikan inflasi yang tajam tersebut akan cenderung memicu respons kebijakan moneter ketat dan kontraktif dari bank sentral.
Sebelumnya The Fed mensinyalkan bakal lebih agresif dalam menaikkan suku bunga acuannya dari yang hanya 25 basis poin (bps) di setiap pertemuan, kini terbuka untuk mulai menaikkan 50 bps.
Selain itu bank sentral paling powerful di dunia tersebut juga sudah mulai memberikan sinyal kepada pasar bahwa mereka akan mulai segera mengurangi balance sheet atau neraca keuangannya dengan laju US$ 95 miliar per bulan.
Kebijakan moneter yang agresif dari The Fed bisa memantik arus dana asing keluar dari negara berkembang seperti yang sudah-sudah. Investor asing akan cenderung menarik investasi portofolio mereka dari pasar obligasi maupun ekuitas di negara berkembang seperti Indonesia.
Perbandingan Valuasi
Di tengah tren IHSG yang terus menerus memecahkan rekor tertingginya, bagaimana sejatinya valuasi saham-saham dalam negeri, apakah sudah mahal? Bagaimana jika dibandingkan dengan bursa di negara lain?
Jika dilihat dari sisi valuasi, dimana IHSG ditutup di level 7.203,79 kemarin saaat ini IHSG ditransaksikan di 16,69x trailing Price to Earning Ratio/PER (harga per laba 12 bulan terakhir), maka diperoleh nilai earning per share (EPS) IHSG adalah sebesar 432.
Nilai trailing PER IHSG memang cenderung menjadi yang paling tinggi nomor 3 jika dibandingkan dengan 6 negara berkembang di Asia lainnya. Namun sebagai seorang investor seharusnya tidak melihat laba yang dihasilkan dari seluruh emiten yang sudah lampau melainkan dengan melihat secara forward looking ke depan.
Apabila menggunakan data perkiraan Bloomberg pertumbuhan EPS di negara berkembang untuk tahun 2022 sebesar 15% sebagai angka basis awal dan potensi pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa tembus 5,2% tahun ini, maka ada kemungkinan EPS seluruh emiten konstituen IHSG bisa tumbuh 20%.
Jika tahun lalu EPS berada di angka 432 dan tahun ini diperkirakan tumbuh 20%, maka nilai EPS untuk tahun 2022 diproyeksikan mencapai 519. Itu artinya dengan level indeks di 7.204 dan EPS 2022 di 519, nilai forward PER akan berada di 13,9x.
Acuan | Trailing PER | Indeks | EPS | Base EPS Growth 2022 | Premium (GDP Growth) | EPS Growth 2022 | EPS 2022 | Forward PER 2022 |
SENSEX | 24.74 | 59213 | 2393 | 15% | 9.10% | 24% | 2970 | 19.9 |
PSEi | 20.59 | 6988 | 339 | 15% | 6.90% | 22% | 414 | 16.9 |
IHSG | 16.69 | 7204 | 432 | 15% | 5.20% | 20% | 519 | 13.9 |
SETi | 15.82 | 1680 | 106 | 15% | 3.90% | 19% | 126 | 13.3 |
VN-Index | 14.93 | 1482 | 99 | 15% | 7.40% | 22% | 121 | 12.2 |
KLCI | 14.77 | 1605 | 109 | 15% | 6.00% | 21% | 131 | 12.2 |
SH Comp | 12.00 | 3167 | 264 | 15% | 5.18% | 20% | 317 | 10.0 |
Apabila dibandingkan dengan negara-negara berkembang di kawasan Asia lainnya, maka posisi IHSG tetap berada di ranking tertinggi ketiga setelah India dan Filipina.
Namun selain membandingkan dengan negara-negara lain yang masih masuk kategori peers, valuasi IHSG juga harus dilihat secara historis jangka panjang karena mencerminkan kisaran valuasi wajar yang masih masuk akal.
Angka forward PER IHSG yang berada di 13,9x masih berada di bawah rata-rata PER IHSG jangka panjang yang berada di 15-16x, artinya masih cukup terdiskon dan secara valuasi IHSG masih belum bisa dinilai premium.
Apalagi dengan kondisi seperti sekarang ini di mana harga komoditas tetap tinggi. Memang konsekuensi yang diakibatkan oleh kenaikan harga komoditas akan berdampak pada meningkatnya inflasi.
Namun dengan harga yang tinggi, ekspor bisa naik, pasokan devisa melimpah, rupiah stabil dan pendapatan negara, bisnis maupun masyarakat naik fundamental ekonomi masih terjaga.
Dengan menggunakan asumsi-asumsi di atas dan mempertimbangkan tren historis IHSG, rasanya terlalu berlebihan kalau IHSG dibilang sudah kemahalan. Toh dengan berbagai risiko yang ada asing tetap 'pede' berinvestasi di pasar saham Tanah Air terbukti dari nilai net buy asing mencapai Rp 38,6 triliun di sepanjang tahun ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
[Gambas:Video CNBC]
Pasca libur Lebaran, IHSG Rontok 4,42% ke Bawah 7.000
(trp)