Dolar AS Sedang Garang, Rupiah Mampu Menguat Tipis Pekan Ini!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
08 April 2022 15:13
rupiah melemah terhadap Dollar
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah sepanjang pekan ini bergerak tipis-tipis saja melawan dolar Amerika Serikat (AS) yang sedang kuat-kuatnya. Dalam lima hari perdagangan, rupiah menguat 2 kali dan melemah 3 hari beruntun.

Pada perdagangan Jumat (8/4/2022), rupiah mengakhiri perdagangan di Rp 14.360/US$, melemah tipis 0,01% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Posisi tersebut lebih baik ketimbang siang tadi, rupiah sempat menyentuh Rp 14.377/US$.

Meski melemah 3 hari beruntun, sepanjang pekan ini rupiah masih mampu menguat 0,03%.

Pergerakan rupiah tersebut sejalan dengan pasar non-deliverable forward (NDF) yang lebih kuat sore ini ketimbang beberapa saat sebelum pembukaan perdagangan pagi tadi.

PeriodeKurs Jumat (8/4) pukul 8:58 WIBKurs Jumat (8/4) pukul 15:59 WIB 
1 PekanRp14.272,0Rp14.266,3
1 BulanRp14.381,9Rp14.377,8
2 BulanRp14.401,0Rp14.382,0
3 BulanRp14.414,0Rp14.395,0
6 BulanRp14.480,0Rp14.461,0
9 BulanRp14.562,0Rp14.543,0
1 TahunRp14.681,0Rp14.663,0
2 TahunRp15.022,2Rp15.033,6


Dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) kemarin melaporkan cadangan devisa di bulan Maret turun cukup besar, US$ 2,3 miliar menjadi US$ 131,9 miliar. Posisi cadangan devisa tersebut merupakan yang terendah sejak Juli 2021.

Menurut BI salah satu penyebab penurunan cadangan devisa yakni pembayaran utang pemerintah. Sejak pandemi penyakit akibat virus corona (Covid-19) melanda, yang pemerintah memang terus meningkat.

Sementara hari ini BI melaporkan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) berada di 111 pada Maret 2022. Indeks di atas 100 menandakan konsumen masih optimistis dalam memandang perekonomian saat ini hingga enam bulan mendatang.

Akan tetapi, optimisme tersebut terpantau turun. Sebab pada Februari 2022, IKK tercatat 113,1. Penurunan cadangan devisa dan IKK tersebut membuat rupiah kurang bertenaga pada hari ini.

Sementara dolar AS sedang kuat-kuatnya. Indeks dolar AS sore ini menguat 0,21% ke 99,95. Level tersebut merupakan yang tertinggi sejak Mei 2020. Sebelum hari ini, indeks yang mengukur kekuatan dolar AS ini sudah menguat 6 hari beruntun dengan total sekitar 2%.

Perkasanya dolar AS tak lepas dari sikap agresif The Fed di tahun ini guna meredam kenaikan inflasi.

Rilis notula rapat kebijakan moneter edisi Maret kemarin menunjukkan bagaimana agresifnya The Fed akan bertindak. Tidak hanya akan menaikan suku bunga, neraca (balance sheet) The Fed juga akan dikurangi dengan nilai yang jumbo. Dengan mengurangi nilai neraca, artinya The Fed akan melepas obligasi pemerintah dan efek beragun aset yang dimiliki, sehingga bisa menyerap likuiditas.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> The Fed Jauh Lebih Agresif Ketimbang 2013

Sepanjang pandemi penyakit akibat virus corona (Covid-19) The Fed sudah membeli obligasi dan efek beragun aset atau yang disebut program quantitative easing (QE) senilai US$ 4,8 triliun. Alhasil neraca The Fed saat ini nyaris mencapai US$ 9 triliun.

Sebagai gambaran seberapa agresifnya The Fed, pada pertengahan 2013 The Fed mengumumkan melakukan tapering atau pengurangan nilai QE yang sudah dilakukan sejak krisis finansial global.

Tapering pada akhirnya dimulai awal 2014 dan selesai di bulan Oktober 2014. Setelahnya suku bunga baru dinaikkan pada Desember 2015. Artinya, ada jeda lebih dari satu tahun, begitu juga dengan pengurangan nilai neraca yang mulai dilakukan mulai 2017.

Kenaikan suku bunga saat itu juga tidak terjadi secara beruntun. Kenaikan suku bunga kedua baru terjadi pada Desember 2016, selanjutnya di 2017 ada 3 kali kenaikan dan yang paling agresif 4 kali di 2018.

Bandingkan dengan saat ini, tapering dilakukan mulai November dan berakhir Maret suku bunga pun langsung dinaikkan saat itu sebesar 25 basis poin menjadi 0,25% - 0,5%.
Bank sentral pimpinan Jerome Powell ini juga berencana menaikkan suku bunga 6 kali lagi plus mengurangi neraca mulai bulan Mei.

Masih belum agresif?

The Fed di bulan depan The Fed kemungkinan akan menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin menjadi 0,75% - 1%, dan mengurangi nilai neraca sebesar US$ 95 miliar per bulan, dengan rincian obligasi (US$ 60 miliar) dan efek berangun aset (US$ 35 miliar).

Pengurangan nilai neraca tersebut nilainya dua kali lipat ketimbang yang dilakukan pada tahun 2017 - 2019.

The Fed jauh lebih agresif ketimbang sebelumnya, baik dari rentang waktu normalisasi hingga nilai pengurangan necara dan kenaikan suku bunga.

Dengan kebijakan tersebut, harapannya likuiditas akan terserap dan inflasi bisa melandai.

TIM RISET CNBC INDONESIA 

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular