
Dolar AS Terlalu Perkasa, Rupiah & Mata Uang Asia Berguguran!

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah akhirnya menghentikan penguatan 3 hari beruntun melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu (6/4/2022). Dolar AS terlalu kuat, indeksnya terus menanjak dalam beberapa hari terakhir.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan melemah 0,03% ke Rp 14.350/US$. Sepanjang hari Mata Uang Garuda tidak pernah mencicipi zona hijau, malah sempat tertekan hingga ke Rp 14.373/US$.
Di penutupan perdagangan, rupiah berada di Rp 14.355/US$, melemah 0,07% di pasar spot.
Tidak hanya rupiah semua mata uang utama Asia hari ini berguguran. Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia hingga pukul 15:07 WIB.
Indeks gugurnya semua mata uang utama Asia menunjukkan dolar AS memang sedang kuat-kuatnya.
Indeks dolar AS lagi-lagi menguat 0,5% pada perdagangan Selasa ke 99,47 yang merupakan level tertinggi dalam nyaris 2 tahun terakhir. Indeks yang mengukur kekuatan dolar AS ini sudah naik 4 hari beruntun dengan total 1,7%.
Sore ini, indeks dolar AS kembali naik 0,12% ke 99,59 bahkan sebelumnya sempat menyentuh level 99,75.
Terus menanjaknya indeks dolar AS tidak lepas dari ekspektasi kenaikan suku bunga The Fed (bank sentral AS) sebesar 50 basis poin menjadi 0,75% - 1% pada bulan depan.
Ekspektasi tersebut semakin menguat setelah dua pejabat elit The Fed yang selama ini dikenal sebagai "merpati" alias bersikap dovish berubah menjadi "elang" alias hawkish.
Secara umum dovish merupakan sikap yang lebih pro terhadap kebijakan moneter longgar, sebaliknya hawkish mendukung pengetatan.
Gubernur The Fed Lael Brainard dan Presiden The Fed San Francisco Mary Daly merupakan dua pejabat elit yang secara historis selalu bersikap dovish. Tetapi, kali ini keduanya bersikap hawkish yang membuat pasar semakin yakin The Fed akan sangat agresif dalam menaikkan suku bunga di tahun ini.
"Sangat penting untuk menurunkan inflasi. Komite Pasar Terbuka (Federal Open Market Committee/FOMC) The Fed akan terus mengetatkan kebijakan moneter secara metodis dengan serangkaian kenaikan suku bunga dan mulai mengurangi nilai neraca dengan cepat, dan bisa dilakukan di bulan Mei," kata Brainard sebagaimana dilansir CNBC International, Selasa (5/4/2022).
Sementara itu Daly menilai inflasi tinggi sama buruknya dengan pengangguran.
Seperti diketahui, inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) di bulan Februari melesat 7,9% year-on-year (yoy) tertinggi sejak Januari 1982. Sementara yang tidak memasukkan sektor energi dan makanan dilaporkan tumbuh 6,4% (yoy) menjadi yang tertinggi sejak Agustus 1982.
Sementara itu inflasi berdasarkan personal consumption expenditure (PCE) yang menjadi acuan The Fed tumbuh 6,4% (yoy) di bulan Januari, dan inflasi inti PCE sebesar 5,4% (yoy). Inflasi PCE tersebut menjadi yang tertinggi dalam nyaris 40 tahun terakhir.
"Kenaikan suku bunga diperlukan untuk memastikan Anda tidur di malam hari dengan tenang, tidak khawatir apakah harga-harga akan semakin tinggi, memikirkan harga akan naik besok," kata Daly.
Pasar kini melihat probabilitas sebesar 76% The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin bulan depan, berdasarkan data dari perangkat FedWatch milik CME Group. Rupiah pun akhirnya tertekan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Dari China Bakal Hadang Rupiah ke Bawah Rp 15.000/US$?
