Sentimen Pasar Pekan Depan

Naik Tiga Pekan Beruntun, IHSG Buka Peluang Tembus 7.100

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
03 April 2022 20:00
New York Stock Exchange (NYSE)
Foto: REUTERS/Andrew Kelly

Untuk pekan depan, ada beberapa faktor yang akan mempengaruhi pasar finansial dalam negeri.

Pertama, pada Senin (3/4/2022) IHSG akan merespon pergerakan bursa saham AS (Wall Street) yang mampu menguat di hari Jumat.

Penguatan tersebut tentunya menjadi sentimen positif bagi IHSG, dan tidak menutup kemungkinan kembali memecahkan rekor tertinggi sepanjang masa, menembus level 7.100. Namun, patut diwaspadai akan adanya aksi profit taking yang bisa membuat IHSG justru merosot. 

Sebaliknya SBN dan rupiah kemungkinan akan tertekan, sebab penguatan Wall Street tersebut dipicu data yang menunjukkan pasar tenaga kerja AS semakin membaik dengan tingkat pengangguran turun menjadi 3,6%.

Penurunan tersebut membuat ekspektasi kenaikan suku bunga 50 basis poin semakin menguat, seperti disebutkan halaman sebelumnya hal ini bisa memberikan tekanan bagi SBN dan rupiah. The Fed akan merilis notula rapat kebijakan moneter edisi Maret pada Kamis (7/4/2022) yang bisa memberikan gambaran seberapa agresif kenaikan suku bunga di tahun ini.

Kedua, China, negara dengan nilai perekonomian terbesar kedua di dunia ini kembali mengalami lonjakan kasus penyakit akibat virus corona (Covid-19). China melaporkan ada 13.287 kasus Covid-19 baru yang terdata per Sabtu (2/4/2022) waktu setempat.

Terus menanjaknya kasus Covid-19 artinya lockdown di beberapa wilayah bisa semakin luas dan semakin lama. Hal ini bisa menjadi sentimen negatif ke pasar finansial global.

Yang ketiga masih dari eksternal, perkembangan perundingan Rusia dan Ukraina juga akan mempengaruhi pasar finansial dalam negeri. Saat perundingan sedang berlangsung, perang kedua negara masih belum berhenti.

Hari ini, serangkaian ledakan terjadi di kota Odesa. Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mengatakan Rusia berusahan untuk menguasai wilayah Timur dan Selatan negaranya.

Yang ke-empat pergerakan harga minyak mentah. Harga minyak mentah jenis Brent ambrol 13,5% ke US$ 104,39/barel, sementara minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) merosot 12,8% ke US$ 99,27/barel sepanjang pekan ini.

Penurunan tersebut menjadi yang terbesar bagi WTI sejak pekan kedua April 2020 ketika ambrol nyaris 20%. Sementara bagi Brent menjadi yang terburuk sejak pertengahan Maret 2020, di mana saat itu penurunan harganya lebih dari 20% dalam sepekan.

Berlanjutnya penurunan harga minyak mentah bisa menjadi kabar bagus, sebab tekanan inflasi akibat kenaikan harga energi tentunya akan mereda. Seperti diketahui, negara Barat sedang mengalami masalah inflasi tinggi, sehingga dikhawatirkan akan memicu stagflasi atau stagnanya pertumbuhan ekonomi dengan inflasi yang tinggi.

Ketiga, data cadangan devisa dan tingkat keyakinan konsumen Indonesia akan dirilis pada Kamis dan Jumat. Cadangan devisa Indonesia saat ini masih tinggi yang artinya Bank Indonesia (BI) memiliki lebih banyak "amunisi" untuk menstabilkan rupiah jika mengalami tekanan.

Stabilitas rupiah menjadi penting, selain bisa menjaga inflasi tetap rendah investor asing juga akan lebih nyaman berinvestasi di dalam negeri, sebab risiko kerugian kurs bisa diminimalisir.

Sementara itu tingkat keyakinan konsumen menurun tajam pada bulan Februari lalu akibat pengetatan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Di bulan Maret, PPKM sudah kembali dilonggarkan, yang tentunya bisa mengerek keyakinan konsumen.

Kala konsumen semakin pede, maka konsumsi cenderung akan meningkat dan bisa mendorong pertumbuhan ekonomi.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(pap)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular