
Awal Kuartal II-2022, Rupiah Langsung Jadi Runner Up Asia!

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah sukses menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) di perdagangan pertama kuartal II-2022. Beberapa data dari dalam negeri mampu membuat rupiah bertahan di zona hijau sepanjang perdagangan.
Melansir data Refinitiv, rupiah menguat 0,13% saat pembukaan perdagangan ke Rp 14.350/US$. Sempat menguat ke Rp 14.345/US$, rupiah kemudian memangkas penguatan dan mengakhiri perdagangan di Rp 14.365/US$ atau menguat 0,02% saja.
Meski penguatannya tipis, tetapi rupiah sukses menjadi runner up. Dibandingkan mata uang utama Asia lainnya, rupiah hanya kalah dari peso Filipina yang menguat 0,08%, sementara mata uang lainnya melemah.
Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia hingga pukul 15:03 WIB.
Dari dalam negeri, sektor manufaktur Indonesia meningkatkan ekspansinya yang tentunya menjadi kabar baik. S&P Global melaporkan purchasing managers' index (PMI) manufaktur di bulan Maret tercatat sebesar 51,3, naik dari sebelumnya 51,2.
PMI menggunakan angka 50 sebagai ambang batas. Di bawahnya berarti kontraksi sementara di atas 50 artinya ekspansi.
Jingyi Pan, Economics Associates Director S&P Global, menyebut keyakinan dunia usaha di Tanah Air meningkat pesat. Peningkatan keyakinan ini terjadi secara konsisten seiring dengan meredanya pandemi Covid-19.
Akan tetapi, lanjutnya, kini ada masalah baru. Hambatan distribusi, logistik, dan rantai pasok semakin memburuk di tengah perang Rusia-Ukraina. Akibatnya, sektor manufaktur di berbagai negara mengalami tekanan, tidak terkecuali Indonesia
Sementara itu Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan data inflasi Indonesia periode Maret 2022. Hasilnya tidak jauh dari ekspektasi.
Kepala BPS Margo Yuwono melaporkan inflasi Indonesia pada Maret 2022 tercatat 0,66% dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm). Jauh lebih tinggi ketimbang Februari 2022 di mana terjadi inflasi -0,02% alias deflasi. Inflasi 0,66% tersebut adalah yang tertinggi sejak Mei 2019.
Sementara dibandingkan Maret 2022 (year-on-year/yoy), laju inflasi adalah 2,64%. Juga terakselerasi dari Februari 2022 yang 2,06% (yoy).
Sementara inflasi inti dilaporkan tumbuh 2,37% (yoy) lebih tinggi dari hasil polling Reuters sebesar 2,21%, dan jauh lebih tinggi dari bulan Februari 2,03%.
Kenaikan inflasi inti tersebut memperkuat ekspektasi Bank Indonesia (BI) akan menaikkan suku bunga di semester II-2022.
Sementara itu inflasi di Amerika Serikat juga terus menanjak. Inflasi berdasarkan personal consumption expenditure (PCE) bulan Februari dilaporkan tumbuh 6,4% (yoy) dari bulan sebelumnya 6% (yoy). Sementara inflasi inti PCE tumbuh 5,4% (yoy) lebih tinggi dari bulan Januari 5,2% (yoy), tetapi lebih rendah dari hasil polling Reuters 5,5% (yoy).
Pasca rilis tersebut, pasar melihat bank sentral AS (The Fed) akan menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin pada bulan Mei dengan probabilitas sebesar 71%, berdasarkan data dari perangkat FedWatch milik CME Group.
Indeks dolar AS pun melesat 0,53% pada perdagangan Kamis, dan berlanjut 0,15% sore ini yang membatasi penguatan rupiah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Dari China Bakal Hadang Rupiah ke Bawah Rp 15.000/US$?
