Walau Pertamax dan PPN Naik, Rupiah Mampu Tekan Dolar AS

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
Jumat, 01/04/2022 09:10 WIB
Foto: Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Memasuki awal kuartal II-2022 langsung banyak sentimen yang mempengaruhi pergerakan rupiah melawan dolar Amerika Serikat (AS), baik dari dalam dan luar negeri. Rupiah mampu mengawali perdagangan dengan apik, tetapi untuk terus menguat perjuangannya akan cukup berat. 

Pada pembukaan perdagangan Jumat (1/4/2022) rupiah langsung menguat 0,13% ke Rp 14.350/US$ di pasar spot, melansir data Refinitiv. Rupiah masih akan sulit menguat, terindikasi dari pergerakannya di pasar non-deliverable forward (NDF) yang pagi ini nyaris sama dengan beberapa saat setelah penutupan perdagangan kemarin. 


PeriodeKurs Kamis (31/3) pukul 15:03 WIBKurs Jumat (1/4) pukul 8:53 WIB
1 PekanRp14.350,5Rp14.349,5
1 BulanRp14.360,0Rp14.360,0
2 BulanRp14.368,5Rp14.372,5
3 BulanRp14.385,0Rp14.389,5
6 BulanRp14.456,0Rp14.460,0
9 BulanRp14.546,0Rp14.550,0
1 TahunRp14.646,0Rp14.650,0
2 TahunRp15.031,0Rp15.011,8

Dari dalam negeri, sektor manufaktur Indonesia meningkatkan ekspansinya yang tentunya menjadi kabar baik. S&P Global melaporkan purchasing managers' index (PMI) manufaktur di bulan Maret tercatat sebesar 51,3, naik dari sebelumnya 51,2.

PMI menggunakan angka 50 sebagai ambang batas. Di bawahnya berarti kontraksi sementara di atas 50 artinya ekspansi.

Jingyi Pan, Economics Associates Director S&P Global, menyebut keyakinan dunia usaha di Tanah Air meningkat pesat. Peningkatan keyakinan ini terjadi secara konsisten seiring dengan meredanya pandemi Covid-19.

Akan tetapi, lanjutnya, kini ada masalah baru. Hambatan distribusi, logistik, dan rantai pasok semakin memburuk di tengah perang Rusia-Ukraina. Akibatnya, sektor manufaktur di berbagai negara mengalami tekanan, tidak terkecuali Indonesia

Selain itu di awal April ini, pemerintah resmi menaikkan bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertamax menjadi Rp 12.500 - Rp 13.000 per liter, dari sebelumnya Rp 9.000 per liter.
Selain itu, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) juga naik menjadi 11% dari sebelumnya 10%, meski tidak di semua barang, sembako misalnya.

Kenaikan harga Pertamax dan PPN tersebut ke depannya tentunya akan berdampak pada inflasi di Indonesia. Kenaikan inflasi tanpa diimbangi dengan penguatan daya beli tentunya akan menimbulkan masalah bagi perekonomian.

Badan Pusat Statistik (BPS) hari ini akan melaporkan inflasi bulan Maret. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia juga menunjukkan adanya kenaikan inflasi secara tahunan (year on year/YoY) secara signifikan. Pada Maret, inflasi secara tahunan diperkirakan menembus 2,6%, atau yang tertinggi sejak April 2020 (2,67%).

Pergerakan inflasi di Tanah Air akan menjadi perhatian sebab menjadi indikator bagi Bank Indonesia (BI) untuk menaikkan suku bunga.

Gubernur BI, Perry Warjiyo, saat pengumuman kebijakan moneter pertengahan bulan ini sekali lagi menegaskan suku bunga akan dipertahankan sampai ada tanda-tanda kenaikan inflasi secara fundamental yakni inflasi inti.

Inflasi inti saat ini berada di level 2,03% yang merupakan batas bawah target BI 3% plus minus 1%. Hasil polling Reuters menunjukkan inflasi inti di bulan Maret diprediksi sebesar 2,21%, mengalami kenaikan yang cukup signifikan.

Sementara itu inflasi di Amerika Serikat juga terus menanjak. Inflasi berdasarkan personal consumption expenditure (PCE) bulan Februari dilaporkan tumbuh 6,4% (yoy) dari bulan sebelumnya 6% (yoy). Sementara inflasi inti PCE tumbuh 5,4% (yoy) lebih tinggi dari bulan Januari 5,2% (yoy), tetapi lebih rendah dari hasil polling Reuters 5,5% (yoy).

Pasca rilis tersebut, pasar melihat bank sentral AS (The Fed) akan menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin pada bulan Mei dengan probabilitas sebesar 71%, berdasarkan data dari perangkat FedWatch milik CME Group.

Indeks dolar AS pun melesat 0,53% pada perdagangan Kamis, dan berlanjut 0,1% pagi ini yang memberikan tekanan bagi rupiah.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Perang Bikin Rupiah Anjlok, Tembus Rp 16.400-an per Dolar AS