Pertamax Naik, PPN Naik, Kurs Dolar AS Ikut Naik Juga Nih?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
01 April 2022 08:10
Warga melintas di depan toko penukaran uang di Kawasan Blok M, Jakarta, Jumat (20/7). di tempat penukaran uang ini dollar ditransaksikan di Rp 14.550. Rupiah melemah 0,31% dibandingkan penutupan perdagangan kemarin. Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) semakin melemah. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah melemah 0,2% melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada Kamis kemarin akibat kabar buruk dari China, di mana sektor manufakturnya mengalami kontraksi. Pada perdagangan hari ini, Jumat (1/4/2022) rupiah masih akan bergerak fluktuatif merespon sentimen dari dalam dan luar negeri.

Dari dalam negeri, sektor manufaktur Indonesia meningkatkan ekspansinya yang tentunya menjadi kabar baik. Purchashing managers' index (PMI) manufaktur di bulan Maret tercatat sebesar 51,3, naik dari sebelumnya 51,2.

Selain itu di awal April ini, pemerintah resmi menaikkan bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertamax menjadi Rp 12.500 - Rp 13.000 per liter, dari sebelumnya Rp 9.000 per liter.

Selain itu, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) juga naik menjadi 11% dari sebelumnya 10%, meski tidak di semua barang, sembako misalnya.

Kenaikan harga Pertamax dan PPN tersebut ke depannya tentunya akan berdampak pada inflasi di Indonesia. Kenaikan inflasi tanpa diimbangi dengan penguatan daya beli tentunya akan menimbulkan masalah bagi perekonomian.

Badan Pusat Statistik (BPS) hari ini akan melaporkan inflasi bulan Maret. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia juga menunjukkan adanya kenaikan inflasi secara tahunan (year on year/YoY) secara signifikan. Pada Maret, inflasi secara tahunan diperkirakan menembus 2,6%, atau yang tertinggi sejak April 2020 (2,67%).

Kenaikan inflasi, khususnya inflasi inti bisa menjadi pertimbangan Bank Indonesia untuk menaikkan suku bunganya.

Sementara itu inflasi di Amerika Serikat juga terus menanjak. Inflasi berdasarkan personal comsumption expenditure (PCE) bulan Februari dilaporkan tumbuh 6,4% (yoy) dari bulan sebelumnya 6% (yoy). Sementara inflasi inti PCE tumbuh 5,4% (yoy) lebih tinggi dari bulan Januari 5,2% (yoy), tetapi lebih rendah dari hasil polling Reuters 5,5% (yoy).

Rilis data inflasi PCE tersebut membuat indeks dolar AS melesat 0,53% pada perdagangan Kamis, dan berlanjut 0,1% pagi ini yang bisa menekan rupiah.

Secara teknikal, rupiah yang disimbolkan USD/IDR kini berada di atas rerata pergerakan 50 hari (Moving Average 50/MA 50) 100 dan 200. Ketiga MA tersebut bergerak mendatar, yang menjadi indikasi rupiah bergerak sideways, apalagi sejak awal tahun membentuk pola Rectangle.

Batas bawah pola Rectangle berada di kisaran Rp 14.240/US$ dan batas atas di kisaran Rp 14.400/US$. Untuk melihat kemana arah rupiah dalam jangka menengah salah satu level tersebut harus ditembus.

idrGrafik: Rupiah (USD/IDR) Harian
Foto: Refinitiv 

Indikator Stochastic pada grafik harian bergerak naik dan mulai masuk wilayah overbought.

Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.

idrGrafik: Rupiah 1 Jam
Foto: Refinitiv

Stochastic pada grafik 1 jam juga berada di wilayah jenuh beli yang memberikan peluang penguatan rupiah.

Resisten terdekat di kisaran Rp 14.370/US$, jika ditembus rupiah berisiko melemah ke Rp 14.400/US$ yang merupakan batas atas pola rectangle.

Sementara selama bertahan di bawah resisten, rupiah berpeluang menguat ke Rp 14.340/US$ hingga Rp 14.320/US$.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Dari China Bakal Hadang Rupiah ke Bawah Rp 15.000/US$?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular