Rusia Kurangi Pasukan di Ukraina, Rupiah Bakal Melesat Nih?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
28 March 2022 08:15
Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah tercatat stagnan melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada pekan lalu meski mencatat penguatan 3 hari beruntun. Perang antara Rusia dan Ukraina masih menjadi salah satu penggerak utama, selain juga ekspektasi kenaikan suku bunga di Amerika Serikat.

Rusia akhir pekan lalu mengklaim sudah mengurangi jumlah angkatan bersenjata mereka di Ukraina secara signifikan.

"Secara umum, tahap pertama operasi telah selesai," kata Wakil Kepala Pertama Staf Umum Rusia, sekaligus Kolonel Jenderal, Sergei Rudskoy Sabtu (26/3/2022) waktu setempat

Rudskoy mengatakan Rusia hanya akan berfokus untuk mencapai tahap paling penting. Yaitu mengambil alih Donbas di wilayah Ukraina timur, yang selama ini memang didukungnya keluar dari pemerintah Kyiv.

Sementara itu, bank sentral AS (The Fed) kini diprediksi akan menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin pada bulan Mei. Hal ini menyusul semakin banyaknya para pejabat elit The Fed yang buka suara terkait peluang kenaikan suku bunga yang lebih agresif.

Di pekan ini, dua faktor tersebut masih akan mempengaruhi pergerakan rupiah, selain itu dari dalam negeri ada data purchasing manager index (PMI) manufaktur serta data inflasi yang akan dirilis pada Jumat (1/4/2021).

Data inflasi menjadi perhatian, sebab bisa memberikan gambaran kapan Bank Indonesia (BI) akan menaikkan suku bunga.

Gubernur BI, Perry Warjiyo, saat pengumuman kebijakan moneter pertengahan bulan ini sekali lagi menegaskan suku bunga akan dipertahankan sampai ada tanda-tanda kenaikan inflasi secara fundamental.

"Saya tegaskan bahwa kebijakan moneter merespon kenaikan inflasi yang bersifat fundamental, yaitu inflasi inti. (Kebijakan moneter) tidak merespon secara langsung kenaikan volatile food maupun administered prices, tidak merespon first round impact, tetapi yang direspon adalah implikasinya," kata Perry saat konferensi pers pasca Rapat Dewan Gubernur (RDG) Kamis (17/3/2022).

Kenaikan inflasi inti saat ini berada di level 2,03% yang merupakan batas bawah target BI 3% plus minus 1%. Hasil polling Reuters menunjukkan inflasi inti di bulan Maret diprediksi sebesar 2,21%, mengalami kenaikan yang cukup signifikan, sehingga bisa memperkuat spekulasi BI akan menaikkan suku bunga di semester II-2022. Hal ini bisa membuat rupiah menguat.

Secara teknikal, rupiah yang disimbolkan USD/IDR masih bergerak di kisaran rerata pergerakan 50 hari (Moving Average 50/MA 50) 100 dan 200 yang bergerak mendatar. Hal ini menjadi indikasi rupiah bergerak sideways, apalagi sejak awal tahun membentuk pola Rectangle.

Batas bawah pola Rectangle berada di kisaran Rp 14.240/US$ dan batas atas di kisaran Rp 14.400/US$. Untuk melihat kemana arah rupiah dalam jangka menengah salah satu level tersebut harus ditembus.

Indikator Stochastic pada grafik harian bergerak mendatar di kisaran 61 yang mempertegas tren sideways.

idrGrafik: Rupiah (USD/IDR) Harian
Foto: Refinitiv

Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.

Untuk pekan ini, rupiah kini berada di support Rp 14.300/US$ hingga Rp 14.280/US$, penembusan ke bawah level tersebut akan membuka ruang penguatan menuju Rp 14.250/US$ hingga Rp 14.240/US$.

Sementara resisten berada di kisaran Rp 14.340/US$ hingga Rp 14.350/US$, jika dilewati rupiah berisiko melemah ke batas atas pola Rectangle Rp 14.400/US$.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Dari China Bakal Hadang Rupiah ke Bawah Rp 15.000/US$?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular