Dolar Australia "Kumat"! Melesat 1% Lebih, Tembus Rp 10.700

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
23 March 2022 11:10
Ilustrasi dolar Australia (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Ilustrasi dolar Australia (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Laju kenaikan dolar Australia melawan rupiah terhenti di awal pekan ini, tetapi Selasa kemarin "kumat" lagi. Pekan lalu mata uang Negeri Kanguru ini melesat lebih dari 3% dalam 3 hari, Selasa kemarin naik lebih dari 1% hingga menembus Rp 10.700/AU$, dan pada perdagangan Rabu (23/3) masih bertahan di atasnya.

Pada pukul 9:50 WIB, dolar Australia diperdagangkan di kisaran Rp 10.720/US$ nyaris stagnan dibandingkan penutupan kemarin. Sentimen pelaku pasar yang membaik, serta kembali naiknya harga batu bara membuat dolar Australia kini mendekati level tertinggi dalam 8 bulan terakhir.

Dolar Australia merupakan risk-on currency, ketika sentimen pelaku pasar membaik yang tercermin dari penguatan bursa saham global, maka nilainya cenderung turut menguat.
Selain itu harga batu bara akhirnya kembali menguat mengakhiri tren penurunan dalam 12 hari terakhir. Harga batu bara acuan di pasar ICE Newcastle (Australia) untuk kontrak April pada perdagangan Selasa (22/3/2022) ditutup di US$ 249,65/ton, naik 13,2%.

Australia merupakan eksportir batu bara terbesar kedua setelah Indonesia, sehingga kenaikan harganya mendongkrak pendapatan negara.

Rupiah juga sebenarnya sama, diuntungkan dengan membaiknya sentimen pelaku pasar dan kenaikan harga komoditas. Tetapi kemungkinan bank sentral Australia (Reserve Bank of Australia/RBA) akan lebih dulu menaikkan suku bunga ketimbang Bank Indonesia (BI), membuat dolar Australia lebih perkasa.

Data tenaga kerja AS yang kuat serta inflasi yang mencapai target membuat pasar melihat RBA berpeluang menaikkan suku bunga di bulan Juni.

Biro Statistik Australia pekan lalu melaporkan tingkat pengangguran turun menjadi 4% di bulan Februari, yang merupakan level terendah dalam lebih dari 13 tahun terakhir.
Sepanjang bulan lalu, perekonomian Australia juga mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 77.400 orang, jauh lebih tinggi dari bulan Januari 28.300 orang.

Kemudian akhir Januari lalu inflasi di kuartal IV-2021 dilaporkan tumbuh 1,3% dari kuartal sebelumnya. Sehingga inflasi selama setahun penuh menjadi 3,5% di 2021.

Kemudian inflasi inti tumbuh 1% di kuartal IV-2021 dari kuartal sebelumnya. Sepanjang 2021, inflasi inti tumbuh sebesar 2,6% yang merupakan level tertinggi sejak 2014. Kenaikan inflasi inti tersebut lebih tinggi dari ekspektasi ekonomi sebesar 2,3%, dan mencapai target RBA sebesar 2% sampai 3%.

Meski demikian, gubernur RBA, Philip Lowe, masih meredam ekspektasi kenaikan suku bunga dalam waktu dekat.

Saat berbicara kemarin pagi, Lowe menegaskan RBA baru akan menaikkan suku bunga jika inflasi sudah mulai merata yang membuat dolar Australia sempat terkoreksi sebelum berbalik melesat.

"Bank sentral tidak akan merespon (dengan menaikkan suku bunga) sampai ada bukti inflasi sudah merata," kata Lowe sebagaimana dilansir FX Street.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dolar Australia Tak Mampu Tembus Rp 10.700/AU$, Ada Apa?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular