Yang Lain Lewat! Rupiah Menguat Sendirian di Asia

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
Senin, 21/03/2022 15:21 WIB
Foto: Uang Edisi Khusus Kemerdekaan RI ke 75 (Tangkapan Layar Youtube Bank Indonesia)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah mencatat penguatan sangat tipis melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin (21/3). Meski demikian, rupiah menjadi satu-satunya mata uang Asia yang menguat hingga sore ini.

Melansir data Refintiv, rupiah membuka perdagangan dengan stagnan di Rp 14.340/US$. Setelahnya rupiah sempat menguat 0,07% ke Rp 14.330/US$, sebelum terpangkas dan mengakhiri perdagangan di Rp 14.338/US$, atau menguat hanya 0,01% saja.

Hingga pukul 15:07 WIB hanya rupiah yang mampu menguat, sementara mata uang utama Asia rontok. Baht Thailand menjadi yang terburuk dengan pelemahan 0,54%.


Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia.

Sejak bank sentral AS (The Fed) mengumumkan menaikkan suku bunga pada pekan lalu, dolar AS memang sedang kuat.

The Fed menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin menjadi 0,25% - 0,5%. Ini merupakan kali pertama The Fed menaikkan suku bunga sejak tahun 2018.

Bank sentral paling powerful di dunia ini juga mengindikasikan di akhir tahun nanti suku bunga akan sangat agresif dalam menaikkan suku bunganya di tahun ini.

Dalam dot plot yang dirilis, sebanyak 10 anggota Komite Kebijakan Moneter (Federal Open Market Committee/FOMC) melihat suku bunga bisa dinaikkan hingga 7 kali di tahun ini, sebanyak 8 anggota lainnya bahkan melihat bisa lebih dari itu.

Dengan kenaikan sebanyak 7 kali, maka di akhir tahun ini suku bunga akan berada di kisaran 1,75% - 2%. The Fed akan melakukan 6 kali lagi rapat kebijakan moneter di 2022, artinya akan selalu ada kenaikan sebesar 25 basis poin di setiap pertemuan. 

Sebelum pengumuman tersebut, para spekulan sudah mengantisipasinya dengan memborong dolar AS.

Berdasarkan data dari Commodity Futures Trading Commission (CFTC) yang dirilis Sabtu lalu, spekulan menambah posisi beli bersih (net long) dolar AS sebesar US$ 4 miliar atau sekitar Rp 57 triliun (kurs Rp 14.340/US$) menjadi US$ 7,88 miliar pada pekan yang berakhir 15 Maret, dibandingkan pekan sebelumnya US$ 3,88 miliar.

Posisi net long tersebut merupakan kontrak dolar AS melawan yen, euro, poundsterling, franc Swiss, dolar Kanada, dan dolar Australia, ditambah dolar Selandia Baru serta beberapa mata uang emerging market.

Kenaikan tersebut membuat posisi net long dolar AS naik ke level tertinggi sejak akhir Januari, naik dari level terendah 7 bulan. Aksi tersebut menunjukkan spekulan melihat kebijakan The Fed bisa membuat dolar AS menguat ke depannya

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Perang Bikin Rupiah Anjlok, Tembus Rp 16.400-an per Dolar AS