
Harga Minyak Goreng Mahal, The Fed Bisa "Bantu" Turunkan!

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank sentral Amerika Serikat (AS) atau yang dikenal dengan Federal Reserve (AS) menaikkan suku bunganya Kamis kemarin, dan masih akan terus melakukannya di tahun ini. Kebijakan bank sentral paling powerful di dunia tersebut memberikan dampak yang besar ke berbagai lini perekonomian dunia, termasuk ke Indonesia.
Secara tidak langsung, kebijakan The Fed tersebut bisa menurunkan harga minyak goreng yang sedang mahal di Indonesia. Sebab, harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) yang merupakan bahan dasar minyak goreng bisa menurun.
Harga CPO yang meroket di tahun ini. Pada perdagangan Jumat (18/3) CPO di Bursa Derivatif Malaysia diperdagangkan di kisaran MYR 6.147/ton. Harga tersebut memang sudah jauh turun ketimbang rekor tertinggi sepanjang masa kisaran MYR 8.000/ton yang dicapai pada awal Maret lalu. Namun, sepanjang tahun ini harganya masih naik lebih dari 23%.
Dibandingkan akhir Maret 2021 di kisaran MYR 3.825/ton, harganya meroket lebih dari 60%.
Seperti diketahui pada Kamis dini hari waktu Indonesia, The Fed menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin menjadi 0,25% - 0,5%. Ini merupakan kali pertama The Fed menaikkan suku bunga sejak tahun 2018.
Tidak hanya itu, bank sentral pimpinan Jerome Powell ini juga mengindikasikan di akhir tahun nanti suku bunga akan berada di kisaran 1,75% - 2%, artinya akan ada kenaikan suku bunga 6 kali lagi.
Selain mengerek suku bunga, The Fed juga berencana mengurangi nilai neracanya, hal ini bisa menyerap likuiditas lebih besar. Meski demikian, belum ada detail berapa besar nilai neraca yang akan dikurangi, Powell hanya mengindikasikan kebijakan tersebut akan dimulai pada bulan Mei.
Pengurangan nilai neraca tersebut bisa menyerap likuiditas di perekonomian AS, dengan kata lain jumlah dolar AS yang beredar akan berkurang.
Jika pada akhirnya kebijakan The Fed tersebut membuat dolar AS perkasa, maka harga komoditas dunia yang sedang tinggi-tingginya bisa tertekan. Minyak mentah misalnya, yang kini berada di kisaran US$ 100/barel bisa menurun jika dolar AS menguat, sebab harganya menjadi lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya, sehingga permintaan berisiko menurun.
Begitu juga dengan minyak kedelai yang dibanderol dengan dolar AS. Ketika minyak mentah dan minyak kedelai menurun, maka harga CPO juga akan terseret.
Seperti diketahui, pergerakan CPO dengan minyak kedelai memiliki korelasi positif, sesama minyak nabati pergerakan keduanya cenderung searah.
CPO juga bisa diolah menjadi biodiesel yang bisa menjadi substitusi minyak mentah. Sehingga penurunan harga minyak mentah bisa membuat harga CPO turun juga.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Gegara CPO Meroket, Harga Wajar Minyak Goreng di atas Rp 20.000/liter
Peneliti dari Researcher at Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Aditya mengatakan harga keekonomian minyak goreng kemasan ada di atas Rp 20.000/liter.
Dia menjelaskan hitungan Neraca Bahan Makanan Kementerian Pertanian menyebutkan konversi input (CPO) ke output untuk minyak goreng sawit sebesar 68,28% sementara konversi satuan dari kilogram ke liter dengan hitungan 1 liter = 0,8 kg. Konversi itu akan dilakukan harga minyak sawit mentah yang berlaku dan dikalikan 100%.
"Ilustrasinya kalau konversi CPO cuma 50%, berarti kita butuh dua unit CPO untuk mendapatkan 1 unit minyak goreng (100/50). Kalau konversi 68,28%, berarti untuk dapat 1 unit minyak goreng butuh 100/68.28 unit CPO = 1,46," jelas Aditya kepada CNBC.
Dengan merujuk harga KPB Dumai saat per 15 Maret yang mencapai Rp 15.591 per kg maka hitungannya 100/68,28 x 0,8 x Rp 15.591 atau sekitar Rp 18.267.
"Ada tambahan margin sekitar 10%, belum masuk biaya tenaga kerja, operasional dan lain-lain," ujar Aditya.
Pada akhir Maret 2021, harga KPB Dumai Rp 9.865 per kg, artinya terjadi kenaikan lebih dari 58%, hampir sama dengan kenaikan harga CPO dalam satu tahun terakhir.
Oleh karena itu, jika harga CPO bisa turun akibat kebijakan The Fed yang agresif menaikkan suku bunga, maka tidak harga minyak goreng juga bisa ikut menurun.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article RI Rajanya Sawit, Kok Harga Minyak Goreng Melambung?