The Fed Bakal Naikkan Suku Bunga 6 Kali Lagi, BI Mau Nyusul?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
17 March 2022 12:13
Jerome Powell
Foto: Reuters

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank sentral Amerika Serikat (AS) atau yang dikenal dengan Federal Reserve (The Fed) resmi menaikkan suku bunga pada Kamis (17/3) dini hari waktu Indonesia. Yang menarik, kenaikan tersebut membuat aset-aset berisiko menguat.

Dalam pengumuman kebijakan moneter dini hari tadi, The Fed memutuskan menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin menjadi 0,25% - 0,5%, sesuai dengan ekspektasi pasar. Bank sentral paling powerful di dunia ini juga mengindikasikan akan agresif dalam menaikkan suku bunga tahun ini guna meredam kenaikan inflasi.

"Kami tidak akan membiarkan inflasi tinggi bercokol. Biayanya akan terlalu tinggi," kata Ketua The Fed Jerome Powell sebagaimana dilansir CNBC International.

Dalam dot plot yang dirilis, sebanyak 10 anggota Komite Kebijakan Moneter (Federal Open Market Committee/FOMC) melihat suku bunga bisa dinaikkan hingga 7 kali di tahun ini, sebanyak 8 anggota lainnya bahkan melihat bisa lebih dari itu.

Dengan kenaikan sebanyak 7 kali, maka di akhir tahun ini suku bunga akan berada di kisaran 1,75% - 2%. The Fed akan melakukan 6 kali lagi rapat kebijakan moneter di 2022, artinya akan selalu ada kenaikan sebesar 25 basis poin di setiap pertemuan.

Agresifnya The Fed di tahun ini tidak lepas dari tingginya inflasi di Amerika Serikat. Powell menyebut masalah rantai pasokan lebih buruk dan lebih tahan lama dari yang diharapkan. Ia mengakui bahwa inflasi kemungkinan akan memakan waktu lebih lama untuk kembali ke target The Fed 2%.

Pada akhir tahun lalu, The Fed optimis inflasi inti PCE di tahun ini akan turun menjadi 2,7% year-on-year (yoy), tetapi dalam angka tersebut kemudian direvisi naik menjadi 4,1% (yoy).

Artinya, Amerika Serikat akan akan mengalami periode inflasi yang tinggi lebih lama lagi. Sementara itu, proyeksi produk domestik bruto (PDB) tahun ini dipangkas menjadi 2,8% saja dari sebelumnya 4%.

Inflasi tinggi dan suku bunga bunga tinggi memberikan konsekuensi PDB yang melambat.

Selain mengerek suku bunga, The Fed juga berencana mengurangi nilai neracanya, hal ini bisa menyerap likuiditas lebih besar. Meski demikian, belum ada detail berapa besar nilai neraca yang akan dikurangi, Powell hanya mengindikasikan kebijakan tersebut akan dimulai pada bulan Mei.

Kenaikan suku bunga sebanyak 7 kali plus pengurangan nilai neraca menunjukkan The Fed super agresif dalam menormalisasi kebijakan moneternya di tahun ini. Meski saat ini belum menimbulkan gejolak, bukan berarti kebijakan The Fed tidak akan memberikan dampak yang besar ke depannya.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> BI Naikkan Suku Bunga bulan Mei?

Bank Indonesia (BI) akan mengumumkan kebijakan moneter hari ini mulai pukul 14:00 WIB. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan BI 7 Day Reverse Repo Rate bertahan di 3,5%. Dari 15 institusi yang terlibat dalam pembentukan konsensus tersebut hanya satu yang memproyeksi BI akan menaikkan suku bunga acuan bulan ini.

Jika sesuai ekspektasi, maka suku bunga acuan akan bertahan di 3,5% sejak Februari 2021 atau sudah bertahan selama 13 bulan terakhir. Level 3,5% adalah suku bunga acuan terendah dalam sejarah Indonesia.

Keyakinan bahwa BI akan mempertahankan suku bunga didorong fakta bahwa inflasi Indonesia masih terkendali meskipun mengalami kenaikan dalam dua bulan terakhir. Pada Februari 2022, Indonesia mencatatkan inflasi tahunan sebesar 2,06% (yoy), lebih rendah dibandingkan Januari 2,18%.

Gubernur BI Perry Warjiyo berkali-kali menegaskan bahwa BI tidak akan menaikkan suku bunga selama inflasi belum melonjak.

Tetapi beberapa analis melihat BI akan menaikkan suku bunga dalam waktu dekat, bisa jadi di bulan Mei.

"BI mungkin tidak menaikkan suku bunga minggu ini tetapi mereka akan menaikkan suku bunga dalam waktu dekat, kemungkinan di Mei. Kami memperkirakan suku bunga acuan BI akan berada di 4,5% di akhir tahun," ujar Ekonom OCBC Wellian Wiranto.

Wellian menjelaskan di bulan Mei, kemungkinan inflasi Indonesia akan naik setelah melewati periode Ramadan dan Lebaran (April-Mei).

"Beberapa bahan makanan bahkan sudah melonjak harganya. Ada risiko kenaikan BBM juga. Tekanan inflasi yang dihadapi Indonesia ke depan tidaklah kecil," tambahnya.

Dengan inflasi yang seningga, imbal hasil (yield) riil yang diterima dari Surat Berharga Negara (SNB) tentunya akan menyempit. Di sisi lain The Fed yang agresif menaikkan suku bunga bisa mengerek yield obligasi (Treasury) terus menanjak.

Alhasil, selisih yield di Indonesia dan Amerika Serikat berisiko menyempit, hal ini tidak menguntungkan bagi pasar obligasi Indonesia, dan bisa memicu capital outflow. Hal tersebut bisa mendorong BI menaikkan suku bunga.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular