Baca Nih, Pasar Minyak Mentah Dunia Terancam, Yakin RI Aman?
Jakarta, CNBC Indonesia - Serangan Rusia ke Ukraina membuat harga minyak mentah gonjang-ganjing. Kekhawatiran pasokan minyak yang macet dari raja migas Eropa tersebut bukan satu-satunya.
Organisasi eksportir minyak dunia (OPEC) khawatir dinamika Eropa Timur akan berdampak pada permintaan minyak di berbagai kawasan.
Meskipun begitu, OPEC sementara ini mempertahankan proyeksi pertumbuhan permintaan pada tahun 2022 sebanyak 4,2 juta barel per hari sambil melihat perkembangan konflik Rusia-Ukraina.
"Perkiraan ini dapat berubah dan akan disesuaikan ketika ada kejelasan lebih lanjut tentang dampak luas dari gejolak geopolitik," kata OPEC dalam laporan bulanannya.
"Ke depan, tantangan ekonomi global terutama mengenai perlambatan pertumbuhan ekonomi, kenaikan inflasi dan gejolak geopolitik yang sedang berlangsung akan berdampak pada permintaan minyak di berbagai kawasan," tambahnya.
Konsumsi minyak dunia diperkirakan akan melampaui angka 100 juta barel per hari pada kuartal ketiga, tingkat yang sama dengan pra pandemi. OPEC meningkatkan perkiraan penggunaan minyak total tahun ini sekitar 100.000 barel per hari menjadi 100,90 juta barel per hari.
OPEC memperkirakan permintaan minyak di Amerika Serikat (AS) akan bertumbuh 1,1 juta barel per hari atau 4,56% (year-on-year/yoy) pada tahun 2022. Pendorongnya kebutuhan sektor transportasi dan industri.
Walaupun tengah diterpa konflik, pertumbuhan permintaan minyak dari Eropa akan bertumbuh 4,69% yoy atau 0,61 juta barel per hari.
Lonjakan permintaan minyak terbesar terjadi di kawasan Asia. India jadi negara dengan pertumbuhan permintaan terbesar dengan 8,29% yoy menjadi 1,15 juta barel per hari.
Sementara dari sisi pasokan, OPEC memperkirakan pertumbuhan akan tumbuh positif pada tahun 2022 yaitu tumbuh 3,02 juta barel per hari.
Walaupun jumlah produksi diperkirakan meningkat, akan tetapi defisit antara pasokan dan permintaan semakin melebar.
OPEC memperkirakan defisit sebesar 29,03 juta barel per hari pada tahun 2022. Jumlah ini lebih besar dibandingkan dengan tahun 2021 sebesar 28,02 juta per barel. Bahkan di kuartal IV-2022 defisit makin menganga hingga mencapai 30,2 juta barel per hari.
Kondisi ini berpotensi membuat harga minyak dunia tetap panas. Proyeksi tersebut pun belum memperhitungkan risiko konflik yang terus berlangsung di Eropa Timur.
Saat ini harga minyak mentah dunia diperdagangkan di atas US$ 100/barel. Dampaknya sudah terasa di berbagai negara seperti inflasi. AS misalnya yang mencatatkan pertumbuhan inflasi 7,9% pada Februari, terpanas sejak 1982.
(ras/vap)