
Dear Investor, Cermati Data BI Rate Hingga Suku Bunga The Fed

Jakarta, CNBC Indonesia - Pekan ketiga bulan Maret akan ditandai dengan berbagai rilis data ekonomi dari dalam negeri dan mancanegara.
Dari dalam negeri, rilis data ekonomi pada Selasa (15/3/2022) meliputi data neraca perdagangan, termasuk nilai ekspor dan impor, pada bulan Februari 2022. Data neraca perdagangan pada bulan sebelumnya tercatat surplus sebesarĀ US$ 930 juta, di mana nilai ekspor mencapai US$19,16 miliar naik 25,31% secara tahunan. Nilai impor mencapai US$18,23 miliar naik 36,77% dari Januari 2021.
Namun, diberlakukannya Domestic Market Obligation (DMO) pada komoditas minyak kelapa sawit Indonesia yang mewajibkan produsen dalam negeri untuk menjual yang tadinya hanya 20% menjadi 30% dari minyak kelapa sawit untuk kepentingan dalam negeri, mungkin akan sedikit berdampak terhadap nilai ekspor.
Selain itu, pada Kamis (17/3/2022), Bank Indonesia (BI) akan mengumumkan suku bunga acuannya yang diprediksi akan tetap berada pada 3,5% seperti pada bulan Februari.
Dari zona Amerika Serikat (AS), investor akan disibukkan dengan rilis data ekonomi yang banyak dari awal pekan besok. Pada Selasa (15/3/2022), rilis data harga produsen bulan Februari, di mana pada data bulan sebelumnya naik 1%. Hal tersebut dipicu oleh melonjaknya harga barang sebanyak 1,3% pada bulan Desember karena penurunan persediaan kendaraan bermotor, pangan, dan energi.
Pada Rabu (16/3/2022), akan rilis data dari penjualan ritel Februari, harga ekspor dan impor. Disusul oleh rilis data keputusan suku bunga acuan oleh bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) dan proyeksi ekonomi pada Kamis (17/3/2022) waktu setempat.
Sebelumnya, Gubernur The Fed Jerome Powell menjelaskan kepada Kongres Rabu (9/3/2022) lalu bahwa pemulihan ekonomi AS yang cepat tidak lagi membutuhkan kebijakan moneter yang akomodatif. Oleh karena itu, The Fed akan mulai menaikkan suku bunga acuan dalam pertemuan periode 15-16 Maret untuk menekan inflasi yang sudah tinggi.
Powell mengatakan dia cenderung mendukung kenaikan 25 basis poin, tapi adanya potensi The Fed bergerak lebih hawkish jika inflasi tidak mereda seperti yang diharapkan. Sehingga, setidaknya dapat memberikan sinyal tentang seberapa cepat The Fed akan mengetatkan kebijakan moneternya.
Dia juga menambahkan bahwa perang antara Rusia dan Ukraina menambah tingkat ketidakpastian yang signifikan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aaf/aaf)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Simak 8 Agenda Ekonomi Pekan Ini Sebelum Mulai Investasi
