3 Hari Merosot, Dolar Australia Lebih Murah Dari Singapura

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
09 March 2022 12:15
Ilustrasi dolar Australia (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Ilustrasi dolar Australia (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kurs dolar Australia kembali turun melawan rupiah pada perdagangan Rabu (9/3). Alhasil, mata uang Kanguru ini kembali lebih murah ketimbang dolar Singapura, padahal baru sejak Jumat lalu lebih mahal.

Pada pukul 10:35 WIB, dolar Australia diperdagangkan di kisaran Rp 10.451/AU$, melemah tipis 0,08% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Sementara itu, dolar Singapura meski turun lebih dari 0,2% tetapi masih berada di atas Rp 10.500/US$.

Dolar Australia mulai berbalik arah sejak awal pekan ini. Pada hari Senin, dolar Australia sempat melesat menyentuh Rp 10.700/AU$ yang merupakan level tertinggi dalam 4 bulan terakhir. Tetapi tidak bertahan lama, dolar Australia malah berbalik menurun dan tercatat merosot 0,6%.

Kemerosotan berlanjut kemarin sebesar 0,75% yang akhirnya membuatnya kembali lebih murah ketimbang dolar Singapura.

Untuk diketahui, dolar Singapura saat ini berada di level termurah sepanjang 2022, sementara dolar Australia seperti disebutkan sebelumnya menyentuh level tertinggi 4 bulan. Hal tersebut tentunya memicu aksi ambil untung, apalagi di tengah tingginya ketidakpastian akibat perang Rusia-Ukraina.

Di sisi lain, perang antara Rusia dan Ukraina juga yang menjadi salah satu pemicu kenaikan dolar Australia belakangan ini. Sebab harga komoditas meroket dan Australia merupakan salah satu eksportir.

Harga bijih besi, komoditas ekspor utama Australia saat ini berada di level tertinggi dalam 6 bulan terakhir. Kemudian batu bara, meski kemarin terkoreksi 2,15% ke US$ 425,65/ton, tetapi harganya masih sangat tinggi. Dalam sebulan terakhir, harga batu bara meroket 89,39% secara point-to-point. Selama setahun ke belakang, harga naik 428,76%.

Sebagai eksportir terbesar kedua setelah Indonesia, lonjakan harga batu bara tersebut tentunya akan meningkatkan pendapatan negara.

Belum lagi harga emas yang mulai meroket dan nyaris menyentuh level tertinggi sepanjang masa.

Kenaikan harga komoditas tersebut tentunya membuat perekonomian Australia tentunya akan berputar lebih kencang.

Sejak awal tahun 2000an, perekonomian Australia ditopang oleh "commodity boom" yakni kenaikan tajam harga komoditas. Investasi di sektor pertambangan pun semakin masif, sebelum akhirnya meredup sejak tahun 2014.

Sejak tahun lalu, "commodity boom" kembali terjadi, perekonomian Australia kemungkinan akan berputar lebih kencang lagi.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dolar Australia Tak Mampu Tembus Rp 10.700/AU$, Ada Apa?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular