Banjir Duit Asing, Cadev RI kok Cuma Naik US$ 100 Juta?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
08 March 2022 13:05
Dollar
Foto: Freepik

Jakarta, CNBC Indonesia - Cadangan devisa (cadev) Indonesia naik tipis pada bulan Februari lalu setelah merosot di awal tahun ini. Kenaikan cadangan devisa tersebut bisa menjadi bekal bagi Bank Indonesia (BI) untuk menstabilkan nilai tukar rupiah jika mengalami gejolak di tengah tingginya risiko geopolitik akibat perang Rusia dan Ukraina, serta rencana kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS).

Bank Indonesia hari ini melaporkan posisi cadangan devisa di akhir Februari 2022 sebesar US$ 141,4 miliar, naik US$ 100 juta dibandingkan akhir Januari lalu.

"Peningkatan posisi cadangan devisa pada Februari 2022 antara lain dipengaruhi oleh penarikan pinjaman luar negeri Pemerintah serta penerimaan pajak dan jasa," tulis BI dalam keterangan resminya, Selasa (8/3).

Melihat faktor yang mendorong kenaikan tersebut, agaknya kebutuhan penggunaan cadangan devisa pada bulan lalu juga cukup besar. Sebab, kenaikannya hanya US$ 100 juta saja.

Rupiah di bulan Februari lalu sebenarnya mencatat penguatan. Di pertengahan bulan lalu rupiah bahkan sempat mencatat level penutupan terkuat di 2022 di Rp 14.255/US$.

Sayangnya dari level tersebut penguatan rupiah terus terpangkas, hingga mengakhiri bulan Februari di Rp 14.365/US$. Sepanjang bulan Februari rupiah tercatat menguat hanya 0,1% saja.

Pergerakan tersebut tentunya mengindikasikan minimnya intervensi dari Bank Indonesia. Bahkan Gubernur BI, Perry Warjiyo juga mengatakan penguatan rupiah tanpa intervensi, dan sesuai mekanisme pasar saja.

"Nilai tukar stabil dan cenderung menguat karena fundamental bagus, current account bagus, dan neraca perdagangan surplus. Investor asing mulai membeli SBN (surat berharga negara) yang membuat supply atau pasokan dolar AS di dalam negeri bertambah dan rupiah stabil," jelas Perry dalam pertemuan dengan sejumlah Pemimpin Redaksi Media, Rabu (23/2/2022).

Seperti diketahui, BI punya "jurus" triple intervention untuk menstabilkan rupiah, yakni intervensi di Domestic Non-Delivery Forward (DNDF), di pasar spot, sampai ke pasar Surat Berharga Negara (SBN).

Di pasar SBN, BI juga tidak terlihat intervensi sebab justru terjadi capital inflow. Data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan menunjukkan sepanjang bulan Februari aliran modal asing tercatat masuk sebesar Rp 9,35 triliun. Capital inflow tersebut sekaligus membalikkan outflow sekitar Rp 4 triliun pada bulan Januari.

Capital inflow yang lebih besar bahkan terjadi di pasar saham, yakni lebih dari Rp 17 triliun di bulan Februari.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Kebutuhan Valas di Dalam Negeri Redam Kenaikan Cadev?

Harga komoditas ekspor Indonesia juga sedang tinggi-tingginya. Hal ini tentunya bisa mempertahankan surplus neraca perdagangan Indonesia, dan menambah devisa.
Kemudian, pendapatan pajak memang sedang mengalami peningkatan, setidaknya terlihat di bulan Januari.

Penerimaan negara di awal tahun ini mencapai Rp 156 triliun atau tumbuh 54,9% (year on year/yoy). Kontribusi terbesar adalah penerimaan pajak dengan Rp 109,1 triliun atau tumbuh 59,4% dan bea cukai sebesar Rp 24,9 triliun atau tumbuh 99,4%.

"Ini cerita APBN di Januari yang awal dengan cerita positif dari pemulihan ekonomi dan dukungan APBN ke masyarakat," ungkap Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers APBN Kita, Selasa (22/2/2022).

Belanja negara dilaporkan mencapai Rp 127,2 triliun atau kontraksi 13%. Rendahnya belanja negara dikarenakan kecilnya realisasi dari belanja Kementerian Lembaga (KL) dan dana desa.

Atas capaian tersebut, APBN di Januari 2022 mencatat surplus Rp 28,9 triliun atau 0,16% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Jika beberapa kondisi tersebut terlihat mendukung untuk peningkatan cadangan devisa, lantas kenapa kenaikannya hanya US$ 100 juta saja?

Di bulan Januari, salah satu pemicu jebloknya cadangan devisa hingga US$ 3,6 miliar yakni berkurangnya penempatan valuta asing (valas) perbankan di Bank Indonesia antara lain sebagai antisipasi kebutuhan likuiditas valas sejalan dengan membaiknya aktivitas perekonomian.

Faktor tersebut bisa jadi juga menahan kenaikan cadangan devisa, sebab roda perekonomian terus menunjukkan perbaikan. Sektor manufaktur masih mempertahankan ekspansi meski pada bulan Februari terjadi pengetatan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di beberapa wilayah temasuk DKI Jakarta yang menjadi level 3.

IHS Markit pada pekan lalu melaporkan aktivitas manufaktur Indonesia yang dicerminkan dengan PMI berada di 51,2. Turun dibandingkan Januari 2022 yang tercatat 53,7.
PMI manufaktur menggunakan angka 50 sebagai ambang batas. Di atasnya berarti ekspansi, di bawahnya artinya kontraksi.

Dengan ekspansi yang masih bisa dipertahankan artinya pemulihan ekonomi terus berjalan.

Selain itu, ada kemungkinan dunia usaha, khususnya importir memborong valuta asing untuk melakukan hedging. Sebab, dunia sedang menghadapi tingginya inflasi, sehingga beban impor bisa membengkak, dan perlu melakukan hedging dolar AS. Apalagi, dengan bank sentral AS (The Fed) yang akan agresif menaikkan suku bunga, ada kemungkinan dolar AS akan menguat, sehingga importir mempersiapkan valas lebih awal.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular