
Banjir Duit Asing, Cadev RI kok Cuma Naik US$ 100 Juta?

Harga komoditas ekspor Indonesia juga sedang tinggi-tingginya. Hal ini tentunya bisa mempertahankan surplus neraca perdagangan Indonesia, dan menambah devisa.
Kemudian, pendapatan pajak memang sedang mengalami peningkatan, setidaknya terlihat di bulan Januari.
Penerimaan negara di awal tahun ini mencapai Rp 156 triliun atau tumbuh 54,9% (year on year/yoy). Kontribusi terbesar adalah penerimaan pajak dengan Rp 109,1 triliun atau tumbuh 59,4% dan bea cukai sebesar Rp 24,9 triliun atau tumbuh 99,4%.
"Ini cerita APBN di Januari yang awal dengan cerita positif dari pemulihan ekonomi dan dukungan APBN ke masyarakat," ungkap Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers APBN Kita, Selasa (22/2/2022).
Belanja negara dilaporkan mencapai Rp 127,2 triliun atau kontraksi 13%. Rendahnya belanja negara dikarenakan kecilnya realisasi dari belanja Kementerian Lembaga (KL) dan dana desa.
Atas capaian tersebut, APBN di Januari 2022 mencatat surplus Rp 28,9 triliun atau 0,16% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Jika beberapa kondisi tersebut terlihat mendukung untuk peningkatan cadangan devisa, lantas kenapa kenaikannya hanya US$ 100 juta saja?
Di bulan Januari, salah satu pemicu jebloknya cadangan devisa hingga US$ 3,6 miliar yakni berkurangnya penempatan valuta asing (valas) perbankan di Bank Indonesia antara lain sebagai antisipasi kebutuhan likuiditas valas sejalan dengan membaiknya aktivitas perekonomian.
Faktor tersebut bisa jadi juga menahan kenaikan cadangan devisa, sebab roda perekonomian terus menunjukkan perbaikan. Sektor manufaktur masih mempertahankan ekspansi meski pada bulan Februari terjadi pengetatan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di beberapa wilayah temasuk DKI Jakarta yang menjadi level 3.
IHS Markit pada pekan lalu melaporkan aktivitas manufaktur Indonesia yang dicerminkan dengan PMI berada di 51,2. Turun dibandingkan Januari 2022 yang tercatat 53,7.
PMI manufaktur menggunakan angka 50 sebagai ambang batas. Di atasnya berarti ekspansi, di bawahnya artinya kontraksi.
Dengan ekspansi yang masih bisa dipertahankan artinya pemulihan ekonomi terus berjalan.
Selain itu, ada kemungkinan dunia usaha, khususnya importir memborong valuta asing untuk melakukan hedging. Sebab, dunia sedang menghadapi tingginya inflasi, sehingga beban impor bisa membengkak, dan perlu melakukan hedging dolar AS. Apalagi, dengan bank sentral AS (The Fed) yang akan agresif menaikkan suku bunga, ada kemungkinan dolar AS akan menguat, sehingga importir mempersiapkan valas lebih awal.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)[Gambas:Video CNBC]