Harga Gandum Meroket, Investor Jual Saham ICBP-INDF-MYOR

Aldo Fernando, CNBC Indonesia
08 March 2022 09:15
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga saham sejumlah emiten consumer goods yang mengandalkan bahan baku gandum merosot tajam dalam sepekan terakhir. Investor khawatir melambungnya harga gandum dunia di tengah konflik Rusia-Ukraina bisa menekan kinerja keuangan emiten tersebut.

Apabila menilik data Bursa Efek Indonesia, per Senin (7/3/2022), di bawah ini, saham-saham consumer goods, termasuk milik Grup Salim, seperti duo Indofood (INDF dan ICBP) dan produsen roti ROTI, melorot ke zona merah.

Kinerja Sejumlah Saham Emiten Consumer Goods (7/3)

Ticker

Emiten

% Senin (7/3)

% Sepekan

MYOR

Mayora Indah

-2.90

-14.00

ICBP

Indofood CBP Sukses Makmur

-5.43

-12.94

AISA

FKS Food Sejahtera

-2.23

-8.38

INDF

Indofood Sukses Makmur

-5.76

-7.66

ROTI

Nippon Indosari Corpindo

-0.38

-1.14

GOOD

Garudafood Putra Putri Jaya

-3.64

4.95

Sumber: BEI | Per Senin (7/3)

Saham MYOR menjadi yang paling ambles sepekan, yakni minus 14%. Ini terjadi usai emiten produsen sejumlah merek biskuit ini melemah selama 4 hari beruntun.

Demikian pula dengan saham ICBP dan INDF yang masing-masing terjungkal 12,94% dan 7,66%. Khusus ICBP, saham ini sudah terbenam di zona merah selama 4 hari beruntun.

Memanasnya konflik antara Rusia dan Ukraina berdampak pada kenaikan sejumlah harga komoditas utama.

Selain minyak mentah, batu bara, sampai nikel, harga gandum juga melesat tajam dan berpotensi menurunkan kinerja keuangan emiten konsumen di dalam negeri.

Asal tahu saja, kontrak berjangka gandum Chicago telah melonjak ke level tertinggi sejak 2008 atau meroket 85% sejak awal tahun (ytd).

Melansir Reuters, Selasa (8/3), lonjakan harga gandum tersebut terjadi lantaran para trader khawatir tentang dampak konflik Rusia-Ukraina terhadap rantai pasokan dari Rusia, pengekspor gandum terbesar dunia, dan Ukraina.

Saat ini pelabuhan Ukraina ditutup dan operator enggan memperdagangkan gandum Rusia dalam menghadapi sanksi keuangan yang diberikan oleh Barat. Alhasil, pembeli berusaha mencari pemasok alternatif.

Berdasarkan catatan Reuters, Rusia dan Ukraina bersama-sama menyumbang sekitar 29% dari ekspor gandum global.

Hal ini juga yang menjadi sorotan dalam sebuah riset yang dirilis Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Senin kemarin (7/3), dengan judul March: Russia-Ukraine conflict and rising commodity prices.

Mengenai naiknya harga gandum, analis Mirae Asset menjelaskan, kenaikan gandum (selain juga minyak) bisa membawa kerugian bagi Indonesia.

"Bersama dengan Rusia, Ukraina juga merupakan [pemain] kunci eksportir gandum di dunia, menempati urutan kelima terbesar, dengan tujuan utama ekspor gandum negara adalah Indonesia," jelas periset Mirae, dikutip CNBC Indonesia, Selasa (8/3).

Analis Mirae melanjutkan, hal tersebut mengingat Rusia dan Ukraina adalah eksportir gandum utama dunia dan Ukraina adalah negara asal impor gandum terbesar di Indonesia.

"Gangguan pasokan gandum dapat merugikan perusahaan consumer yang menggunakan gandum sebagai bahan baku utama mereka," imbuh analis Mirae.

Duo Indofood & Mayora Tertekan Harga Gandum Tinggi?

Sebelumnya, riset BRI Danareksa Sekuritas yang terbit pada 24 Februari 2022 telah menyoroti dampak kenaikan harga gandum terhadap sejumlah emiten yang memiliki eksposur tinggi ke gandum.

Asal tahu saja, Indonesia sendiri merupakan negara dengan iklim tropis sehingga tidak mendukung untuk pertanian gandum.

Karenanya, untuk kebutuhan roti, mie instan, hingga sumber pangan karbohidrat lain, Indonesia harus mengimpor gandum dari negara lain.

Pada 2020 saja nilai impor gandum RI mencapai US$ 2,6 miliar dengan total volume impor mencapai 10,2 juta ton.

Beberapa emiten yang memiliki eksposur terhadap gandum sebagai bahan baku produksi, antara lain PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF), emiten produsen mie instan Indomie PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) dan PT Mayora Indah Tbk (MYOR) dengan produk unggulannya roti serta mie instan.

Menurut analis sektor konsumen BRI Danareksa Sekuritas Natalia Sutanto, gandum memiliki kontribusi sebesar 16% dari Harga Pokok Produksi (HPP/COGS) MYOR dan 15% dari HPP ICBP.

Berdasarkan analisis sensitivitas yang dilakukan oleh Natalia, kenaikan sebesar 1% harga gandum akan menyebabkan laba bersih ICBP turun 0,9% dan untuk kasus MYOR laba bersihnya bisa turun 1,2% di tahun 2022 ini.

Namun, yang perlu diingat, kata Natalia, analisis sensitivitas tersebut hanya mengamati dari sisi biaya tanpa memasukkan apapun dampak dari, misalnya, penyesuaian harga atau pengubahan ukuran produk "yang mungkin membantu melindungi margin perusahaan".

"Berdasarkan analisis sensitivitas kami, INDF tidak terlalu terpengaruh oleh pergerakan harga CPO karena divisi agribisnisnya sebagian mengimbangi penurunan ICBP. Namun, kami mencatat dampak negatif dari harga gandum yang lebih tinggi mengingat sistem cost-plus untuk marginnya," jelas Natalia.

Sebagai informasi, menurut catatan Natalia, pada akhir 2021, beberapa perusahaan consumer goods sendiri telah menaikkan harga jual rata-rata (ASP), di antara sebesar 5-8% (Mayora), 3-4% (produk mie ICBP), dan 5-6% (PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR).

Dalam riset yang bertajuk Higher commodity prices pose a threat tersebut, Natalia menjabarkan bahwa bukan hanya kenaikan harga gandum saja yang menjadi ancaman bagi kinerja keuangan emiten sektor konsumen, melainkan harga komoditas lain seperti minyak mentah, CPO dan susu juga akan berdampak pada penurunan bottom line perusahaan.

Mempertimbangkan hal tersebut, Natalia memberikan rating netral untuk sektor konsumen.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(adf/vap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article 'Penyakit' Lama Kumat, Saham Unilever-Indofood cs Anyep Lagi!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular