Harga Minyak Panas Kembali, Dow Futures Tertekan 200 Poin

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
07 March 2022 20:15
Traders work on the floor at the New York Stock Exchange (NYSE) in New York City, U.S., November 12, 2018. REUTERS/Brendan McDermid
Foto: Ekspresi Trader di lantai di New York Stock Exchange (NYSE) di New York City, AS, 12 November 2018. REUTERS / Brendan McDermid

Jakarta, CNBC Indonesia - Kontrak berjangka (futures) indeks bursa Amerika Serikat (AS) terbanting pada perdagangan Senin (7/3/2022), setelah prospek perdamaian Ukraina-Rusia kian kabur yang memicu lonjakan harga minyak mentah dunia.

Kontrak futures indeks Dow Jones drop 200 poin (-0,6%) sementara kontrak serupa indeks S&P 500 melemah 0,5%, dankontrak futures Nasdaqtertekan 0,6%. Investor kian cemas melihat perkembangan harga minyak mentah dunia yang mencetak rekor tertinggi sejak Juli 2008.

Harga minyak mentah acuan AS yakni West Texas Intermediate (WTI) lompat 6,3% menjadi US$ 122,96 per barel setelah sempat menyentuh angka US$ 130/barel. Adapun minyak acuan global jenis Brent melesat 6,2% ke level US$ 125.51/barel.

Reli terjadi setelah Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken kepada NBC pada Minggu menyatakan bahwa Washington "sangat aktif berdiskusi" dengan pemerintah di Eropa mengenai rencana blokade migas Rusia.

Ketua DPR AS Nancy Pelosi dalam surat resminya ke kader Partai Demokrat menyatakan bahwa pihaknya "mencari legislasi yang kuat" untuk melarang impor minyak asal Rusia - yang diyakini bakal kian mengisolasi Rusia dari ekonomi global.

Pekan lalu Ukraina menuduh Rusia melanggar gencatan senjata dengan melancarkan kembali serangan. Di sisi lain, Rusia menuduh pemerintah Ukraina justru tak mengizinkan warga sipil keluar lewat jalur sipil karena dipakai untuk tameng.

Harga BBM pun melonjak ke level tertingginya sejak 2008, dengan rata-rata nasional di AS mencapai US$ 4,06/galon, menurut AAA. Hal ini memicu kekhawatiran inflasi dunia akan meninggi.

Imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS (US Treasury) tenor 10 tahun yang menjadi acuan pasar pun kembali naik, sebesar 4 basis poin (bp) menjadi 1,76%. Kenaikan yield mengindikasikan harga yang tertekan karena permintaan aset minim risiko (dalam hal ini obligasi pemerintah) menurun.

Namun, saham perbankan yang semestinya diuntungkan ketika suku bunga meninggi justru berguguran. Saham Citigroup anjlok 3,9% dan Bancorp ambles 3% yang mengindikasikan bahwa kecemasan pasar lebih pada tekanan ekonomi akibat perang yang bisa memukul sektor keuangan.

Sepekan lalu, Dow Jones ditutup ambrol 1,3%, sementara Nasdaq terbenam hingga 2,8%.

"Investor tak hanya sekadar kabur dan keluar, yang mereka lakukan adalah berotasi dari Eropa ke AS dari saham siklikal ke saham defensif dengan kapitalisasi pasar besar," tutur Lindsay Bell, Kepala Perencana Pasar dan Keuangan Ally's kepada CNBC International."

TIM RISET CNBC INDONESIA


(ags/ags)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dow Futures Naik Tipis, Bursa AS Berpeluang Dibuka Menyamping

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular