Rupee India Jeblok ke Rekor Terlemah, Gegara Minyak Mentah!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
07 March 2022 14:59
A man counts Indian currency notes inside a shop in Mumbai, India, August 13, 2018. REUTERS/Francis Mascarenhas
Foto: REUTERS/Francis Mascarenhas

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupee India jeblok hingga ke rekor terendah sepanjang masa melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin (7/3). Perang Rusia dan Ukraina yang membuat harga komoditas energi meroket dan menjadi "malapetaka" bagi rupee.

Pada pukul 14:13 WIB, rupee merosot 0,88% ke INR 77,02/US$ di pasar spot, melansir data Refinitiv. Sepanjang tahun ini, rupee sudah jeblok 3,5%.

India merupakan importir minyak mentah yang cukup besar. Reuters melaporkan sebanyak dua per tiga dari total kebutuhan minyak mentah India dipenuhi dengan impor. Alhasil, dengan harga minyak mentah yang terus meroket, defisit neraca perdagangan Negeri Bollywood berisiko membengkak, begitu juga dengan defisit transaksi berjalan.

Transaksi berjalan memberikan pasokan devisa bisa bertahan lama di dalam negeri, sehingga menopang kinerja mata uang. Sehingga jika defisit semakin melebar, maka nilai tukar akan tertekan.

Selasa pekan lalu, Kementerian Perdagangan India melaporkan defisit neraca perdagangan di bulan Februari membengkak menjadi US$ 21,19 miliar.

Ekspor dilaporkan melesat 22,36% menjadi US$ 33,81 miliar, sementara impor meroket 34% menjadin US$ 55 miliar. Impor bahan bakar minyak serta minyak mentah dilaporkan meroket 66,56% menjadi US$ 15 miliar, melansir India Times.

Bank investasi Nomura melihat defisit transaksi berjalan India bisa membengkak menjadi 2,6% dari produk domestik bruto (PDB) di tahun fiskal 2022 -2023, dibandingkan tahun ini sebesar 1,7% dari PDB.

"Minyak mentah mendorong membengkaknya defisit neraca perdagangan di bulan Feberuari, sebab impornya melonnjak nyaris 43% setelah menurun 31% di bulan Januari.

Sementara impor inti (non minyak mentah, emas, permata dan perhiasan) hanya naik 1,9%," kata ekonom Nomura, Sonal Varma dan Aurodeep Nandi, dalam sebuah catatan.

"Kami memperkirakan defisit transaksi berjalan akan melebar menjadi 2,6% dari PDB di tahun 2022-2023, dari saat ini 1,7% PDBN, dengan asumsi rata-rata harga minyak mentah US$ 86,6/barel. Jadi, jika harga minyak mentah bertahan di level tinggi saat ini, maka ada risiko defisit akan semakin melebar" tambah catatan tersebut.

Harga minyak mentah pada hari ini malah semakin tinggi, akibat sektor energi Rusia terancam kena sanksi Amerika Serikat dan Sekutu.

Minyak mentah jenis Brent meroket hingga nyaris menembus US$ 140/barel, tepatnya US$ 139,13/barel, melesat lebih dari 17%, melansir data Refinitiv.

Level tersebut merupakan yang tertinggi dalam 13 tahun terakhir sejak 15 Juli 2008. Brent juga sudah tidak jauh dari rekor tertingginya di US$ 147,5/barel yang dicapai pada 11 Juli lalu.

Minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) juga melesat ke US$ 130,5/barel yang juga berada di level tertinggi sejak Juli 2008.

Riset Bank of America menyebut tanpa minyak dari Rusia, pasokan di pasar dunia akan seret. Akibatnya, harga minyak sangat mungkin bisa menyentuh US$ 200/barel. Sedangkan JP Morgan memperkirakan harga minyak bisa mencapai US$ 185/barel.

Alhasil, ada risiko defisit transaksi berjalan India semakin melebar, dan rupee jeblok.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Indeks Dolar AS Terbang Tinggi, Rupiah Cs kok Masih Stabil?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular