
Rupee Jeblok ke Rekor Terlemah, Gegara Larang Ekspor Gandum?

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupee India jeblok ke rekor terlemah sepanjang sejarah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin (16/5/2022) kemarin. Rupee terus mengalami tekanan akibat bank sentral AS (The Fed) yang agresif menaikkan suku bunga, belum lagi harga minyak mentah yang semakin mahal membuat beban impor meningkat, diperburuk dengan berkurangnya pendapatan negara akibat larangan ekspor gandum.
Melansir data Refinitiv, rupee kemarin menyentuh INR 77,88/US$ yang merupakan rekor terlemah sepanjang sejarah. Sementara pada perdagangan hari ini (17/5/2022) pukul 14:35 WIB rupee diperdagangkan di kisaran INR 77,59/US$ menguat 0,28%.
Bank sentral India (RBI) kemungkinan melakukan intervensi guna meredam rupee yang sepanjang tahun ini sudah melemah lebih dari 4%.
India merupakan importir minyak mentah yang cukup besar. Reuters melaporkan sebanyak dua per tiga dari total kebutuhan minyak mentah India dipenuhi dengan impor.
Alhasil, dengan harga minyak mentah yang terus meroket, defisit neraca perdagangan Negeri Bollywood berisiko membengkak, begitu juga dengan defisit transaksi berjalan.
Transaksi berjalan memberikan pasokan devisa bisa bertahan lama di dalam negeri, sehingga menopang kinerja mata uang. Sehingga jika defisit semakin melebar, maka nilai tukar akan tertekan.
Di bulan April, defisit neraca perdagangan India dilaporkan lebih dari US$ 20 miliar. Defisit tersebut bisa semakin membengkak sebab Pemerintah India melarang ekspor gandum mulai Sabtu (14/5/2022).
Kebijakan pelarangan ekspor gandum ini berlaku lantaran saat ini India sedang dilanda gelombang panas. Alhasil, kegiatan produksi gandum terbatas, sehingga harga gandum domestik mengalami lonjakan.
Ekspor gandum India di bulan April mencapai 1,4 juta ton, dengan harga sekitar US$ 295 - US$ 340 per ton. Dengan demikian, nilai ekspor gandum berada di kisaran US$ 413 juta - US$ 476 juta yang bisa hilang akibat larangan ekspor tersebut.
Nilai tukar rupee pun semakin tertekan.
Selain itu, Bank Sentral AS (The Fed) yang agresif menaikkan suku bunga memicu capital outflow dari India.
Seperti diketahui The Fed mulai menaikkan suku bunga pada bulan Maret lalu, sebesar 25 basis poin menjadi 0,25% - 5%. Di bulan ini The Fed lebih agresif lagi dengan menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin menjadi 0,75% - 1%. Kenaikan ini menjadi yang terbesar dalam 22 tahun terakhir.
Tidak sampai di situ, ketua The Fed Jerome Powell bahkan terang-terangan menyatakan suku bunga bisa dinaikkan lagi 50 basis poin dalam beberapa pertemuan ke depan. Namun, Powell juga mengesampingkan kemungkinan kenaikan 75 basis poin.
"Kenaikan 50 akan didiskusikan dalam beberapa pertemuan mendatang. (Kenaikan) 75 basis poin bukan sesuatu yang dipertimbangkan anggota komite kebijakan moneter," kata Powell saat konferensi pers Kamis (5/5/2022).
Pasca pengumuman tersebut, pelaku pasar mayoritas melihat suku bunga di AS akhir tahun ini akan berada di rentang 2,75-3%, berdasarkan perangkat FedWatch milik CME Group. Artinya, suku bunga kemungkinan akan dinaikkan 200 basis poin lagi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Rupee India Jeblok ke Rekor Terlemah, Gegara Minyak Mentah!
