
Asing Mulai Tarik Duit, Rupiah Jeblok ke Rp 14.400/US$!

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) di awal perdagangan Senin (7/3) setelah pada pekan lalu mencatat pelemahan 0,14%. Perang Rusia dengan Ukraina masih menjadi sentimen utama yang mempengaruhi pergerakan pasar mata uang, selain juga dolar AS dan investor asing yang mulai menarik modalnya dari dalam negeri membuat rupiah tertekan.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuak perdagangan dengan melemah 0,1% ke Rp 14.400/US$ dan tertahan di level tersebut hingga pukul 9:10 WIB.
Tanda-tanda pelemahan rupiah sudah terlihat sebelum perdagangan hari ini dibuka. Di pasar non-deliverable forward (NDF) rupiah sudah mengalami pelemahan jika dibandingkan dengan beberapa saat setelah penutupan perdagangan Jumat pekan lalu.
Periode | Kurs Jumat (4/3) Pukul 15:03 WIB | Kurs Senin (7/3) Pukul 8:53 WIB |
1 Pekan | Rp14.382,7 | Rp14.425,5 |
1 Bulan | Rp14.403,0 | Rp14.482,5 |
2 Bulan | Rp14.434,0 | Rp14.512,5 |
3 Bulan | Rp14.457,2 | Rp14.623,0 |
6 Bulan | Rp14.580,0 | Rp14.743,0 |
9 Bulan | Rp14.686,0 | Rp14.743,0 |
1 Tahun | Rp14.792,7 | Rp14.817,2 |
2 Tahun | Rp15.298,6 | Rp15.326,0 |
Pelemahan rupiah pada pekan lalu terbilang tidak terlalu besar meski sentimen pelaku pasar sedang memburuk akibat perang Rusia dengan Ukraina.
Sementara itu, pasar sepertinya sudah mengantisipasi kenaikan suku bunga bank sentral AS (The Fed) di bulan ini, bahkan dengan kemungkinan sebesar 50 basis poin.
Data tenaga kerja AS yang dirilis pada Jumat pekan lalu semakin memastikan The Fed bakal agresif dalam menaikkan suku bunga di tahun ini.
Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan tingkat penggangguan di bulan Februari turun menjadi 3,8% dari bulan sebelumnya 4%. Kemudian perekrutan tenaga kerja di luar sektor pertanian (non-farm payrolls) tercatat sebanyak 678.000 orang, lebih tinggi dari sebelumnya 481.000 orang.
Indeks dolar AS langsung melesat 0,88% Jumat kemarin, dan berlanjut 0,48% pagi ini ke 99,11, yang merupakan level tertinggi sejak akhir Mei 2020 lalu.
Yang menarik, meski perang sedang berkecamuk dan The Fed akan menaikkan suku bunga, investor asing justru mengalirkan modalnya ke dalam negeri, sesuatu hal yang tidak lazim terjadi. Rupiah pun menjadi lebih stabil dan kuat menghadapi tekanan eksternal.
Sejak Rusia menyerang Ukraina pada Kamis (24/2), investor asing tidak pernah absen melakukan beli bersih (net buy) di pasar saham. Sepanjang pekan lalu, net buy tercatat sebesar Rp 5,95 triliun di pasar reguler, dan Rp 600 miliar di pasar nego dan tunai, sehingga totalnya Rp 6,55 triliun.
Sepanjang tahun ini, total net buy lebih dari Rp 28 triliun di all market.
Dari pasar obligasi pun menunjukkan hal yang sama, khususnya di bulan Februari. Data dari data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan menunjukkan sepanjang Februari aliran modal asing masuk ke pasar sekunder sebesar Rp 9,35 triliun.
Capital inflow tersebut sekaligus membalikkan outflow sekitar Rp 4 triliun yang terjadi pada bulan Januari lalu. Dengan demikian sepanjang tahun ini hingga akhir Februari lalu terjadi inflow lebih dari Rp 5 triliun di pasar obligasi.
Total capital inflow di pasar saham dan obligasi sepanjang tahun ini lebih dari Rp 34 triliun. Tetapi seperti di ketahui, aliran modal di pasar finansial sangat mudah keluar masuk, sehingga jika terjadi outflow di pekan ini rupiah tentunya berisiko tertekan. Seperti pagi ini, investor asing mulai menjual saham-saham di dalam negeri, net sell tercatat nyaris dari Rp 150 miliar yang berisiko menekan rupiah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Dari China Bakal Hadang Rupiah ke Bawah Rp 15.000/US$?
