Bursa Asia Dibuka Kebakaran! Ada yang Ambles 3%, IHSG Gimana?
Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Asia-Pasifik kembali dibuka di zona merah pada perdagangan Senin (7/3/2022), karena perang antara Rusia dengan Ukraina yang belum mereda masih terus membebani sentimen pasar.
Indeks Nikkei Jepang dibuka ambles 1,37%, Hang Seng Hong Kong ambruk 3,25%, Shanghai Composite China melemah 0,39%, Straits Times Singapura terkoreksi 0,4%, KOSPI Korea Selatan ambrol 1,23%, dan ASX 200 Australia terpangkas 0,35%.
Dari China, data perdagangan ekspor dan impor pada bulan Januari dan Februari akan dirilis pada hari ini pukul 11:00 waktu setempat atau pukul 10:00 WIB.
Bursa Asia-Pasifik yang cenderung kembali terkoreksi pada perdagangan awal pekan ini terjadi menyusul koreksinya bursa saham Amerika Serikat (AS) pada akhir pekan lalu.
Indeks Dow Jones ditutup melemah 0,53% ke level 33.614,8, S&P 500 merosot 0,79% ke posisi 4.328,85, dan Nasdaq ambles 1,66% menjadi 13.313,44.
Pada pekan lalu, pelaku pasar global masih merespons kebakaran yang terjadi di fasilitas pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) Ukraina.
Saat serangan Rusia ke Ukraina terutama yang menyasar ke fasilitas nuklir milik negara yang bekas Uni Soviet itu terjadi, harga komoditas energi melonjak. Harga minyak mentah Brent dan West Texas Intermediate (WTI) keduanya tembus rekor tertinggi dalam 7 tahun di atas level US$ 110/barel.
Pada pagi hari ini waktu Asia, harga minyak mentah jenis Brent melonjak hingga 8,97% ke level US$ 128,71 per barel, sedangkan minyak mentah jenis WTI melesat 8,01% ke level US$ 124,95 per barel.
Kembali melonjaknya harga minyak mentah dunia pada hari ini terjadi setelah Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken pada Minggu kemarin mengatakan bahwa Washington dan sekutunya sedang mempertimbangkan untuk melarang impor minyak dan gas alam Rusia.
Di lain sisi, eskalasi konflik membuat investor memburu aset-aset minim risiko. Imbal hasil (yield) US Treasury (SBN AS) untuk tenor 10 tahun turun ke level 1,73% pada perdagangan akhir pekan lalu, yang mengindikasikan harganya naik.
Bahkan, semakin panasnya hubungan Rusia-Ukraina membuat rilis data ekonomi AS yang ciamik seolah tak berdampak apa-apa.
Pada bulan Februari 2022, ekonomi Negeri Paman Sam berhasil mencatatkan penciptaan kerja sebanyak 678 ribu, jauh di atas perkiraan konsensus yang hanya 440 ribu. Tingkat pengangguran pun turun ke level 3,8%.
Selain sentimen dari konflik Rusia-Ukraina, investor global juga mengkhawatirkan dari inflasi global yang semakin meninggi, apalagi kenaikan inflasi global diperparah oleh dampak perang yang menyasar pada kenaikan harga komoditas energi.
Di AS, data inflasi periode Februari 2022 akan dirilis pada Kamis mendatang. Konsensus sepakat bahwa tingkat inflasi tahunan AS akan naik menjadi 7,9% dari sebelumnya 7,5%, bisa menjadi yang 'terpanas' sejak awal dekade 1980-an silam.
Inflasi yang meninggi menjadi momok bagi AS saat ini. Jika inflasi terus meninggi, maka bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) dan bank sentral lainnya kemungkinan bisa lebih agresif dalam menaikkan suku bunga.
Di sisi lain, The Fed juga masih mempelajari implikasi perang di Ukraina terhadap perekonomian. Ini semata dilakukan Jerome Powel Cs untuk menakar kebijakan kenaikan suku bunga yang sejatinya bertujuan untuk membendung inflasi AS yang meninggi.
Untuk saat ini, Powell mendukung kenaikan sebesar 25 basis poin (bp) di bulan ini. Namun, jika nantinya The Fed lebih agresif dalam menaikkan suku bunga, maka ada risiko pasar finansial global akan mengalami gejolak.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/vap)