Investor Asing "Nyuntik" Lagi Rp 2 T Lebih, Rupiah Stagnan
Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah berada di zona hijau nyaris sepanjang perdagangan Jumat (4/3), tetapi beberapa menit sebelum penutupan malah berbalik ke zona merah. Beruntun di akhir perdagangan rupiah berakhir stagnan melawan dolar Amerika Serikat (AS) di Rp 14.385/US$, berdasarkan data Refinitiv.
Meski stagnan, rupiah menjadi salah satu mata uang terbaik di Asia hari ini, sebab mayoritas mengalami pelemahan.
Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia hingga pukul 15:02 WIB.
Aliran modal asing yang terus masuk ke dalam negeri membuat rupiah kuat. Di pasar saham, investor asing pada hari ini tercatat melakukan aksi beli bersih (net buy) senilai Rp 1,9 triliun di pasar reguler dan Rp 270 miliar di pasar nego dan tunai, sehingga totalnya Ro 2,17 triliun.
Investor asing masih terus memborong saham-saham di dalam negeri, meski perang Rusia dengan Ukraina sedang berkecamuk. Sejak serangan pertama Rusia ke Ukraina pada Kamis (24/2) investor asing tidak pernah absen net buy.
Sepanjang tahun ini, total net buy lebih dari Rp 27 triliun di pasar reguler, nego dan tunai.
Sementara itu Ketua bank sentral AS (The Fed), Jerome Powell juga menyoroti perang Rusia - Ukraina yang dikatakan sebagai "a game changer" bagi perekonomian Amerika Serikat dan dunia yang bisa memberikan dampak yang tidak bisa diprediksi.
"Ada peristiwa yang akan datang dan kita tidak tahun apa dampaknya terhadap perekonomian AS," kata Powell di hadapan Komite Jasa Keuangan DPR, pada Rabu (2/3).
Meroketnya harga komoditas, khususnya energi akibat perang tersebut berisiko memicu inflasi yang semakin tinggi.
Harga minyak mentah kemarin sempat menyentuh level tertinggi sejak tahun 2008, sebelum akhirnya terkoreksi. Minyak mentah jenis Brent mengakhiri perdagangan Rabu di US$ 110,46 atau merosot 2,19%, setelah sebelumnya sempat menyentuh US$ 119,84/barel.
Begitu juga dengan minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI), sempat menyentuh US$ 116,57/barel kemudian berbalik merosot 2,64% ke US$ 107,67/barel.
Harga batu bara kemarin ambrol nyaris 20% ke US$ 358,45/ton, tetapi sehari sebelumnya meroket lebih dari 46% ke US$ 446/ton yang menjadi rekor tertinggi sepanjang masa.
Selain itu ada juga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) yang bisa menjadi subtitusi minyak mentah dalam bentuk bio diesel, yang menembus RM 8.000/ton pada Rabu lalu.
Jika inflasi terus meninggi The Fed dan bank sentral lainnya kemungkinan bisa lebih agresif dalam menaikkan suku bunga. Powell juga membuka lebar kemungkinan tersebut.
"Kami akan berhati-hati saat mempelajari implikasi perang di Ukraina terhadap perekonomian. Kamu memiliki ekspektasi inflasi akan mencapai puncaknya kemudian turun di tahun ini. Jika inflasi malah semakin tinggi atau lebih persisten, kami akan bersiap untuk menaikkan suku bunga lebih agresif dengan menaikkan suku bunga lebih dari 25 basis poin pada satu atau beberapa pertemuan," kata Powell.
Untuk saat ini, Powell mendukung kenaikan sebesar 25 basis poin di bulan ini. Namun, jika nantinya The Fed lebih agresif dalam menaikkan suku bunga, maka ada risiko pasar finansial global akan mengalami gejolak, termasuk Indonesia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)